• ,
    *Kisah Ashabul Kahfi – Bukti Ketinggian Ilmu Imam Ali Bin Abithalib R.A*

    ashabul-kahfi-15 Dalam surat al-Kahfi, Allah SWT menceritakan tiga kisah masa lalu, yaitu kisah Ashabul Kahfi, kisah pertemuan nabi Musa as dan nabi Khidzir as serta kisah Dzulqarnain. Kisah Ashabul Kahfi mendapat perhatian lebih dengan digunakan sebagai nama surat dimana terdapat tiga kisah tersebut. Hal ini tentu bukan kebetulan semata, tapi karena kisah Ashabul Kahfi, seperti juga kisah dalam al-Quran lainnya, bukan merupakan kisah semata, tapi juga terdapat banyak pelajaran (ibrah) didalamnya.

    Ashabul Kahfi adalah nama sekelompok orang beriman yang hidup pada masa Raja Diqyanus di Romawi, beberapa ratus tahun sebelum diutusnya nabi Isa as. Mereka hidup ditengah masyarakat penyembah berhala dengan seorang raja yang dzalim. Ketika sang raja mengetahui ada sekelompok orang yang tidak menyembah berhala, maka sang raja marah lalu memanggil mereka dan memerintahkan mereka untuk mengikuti kepercayaan sang raja. Tapi Ashabul Kahfi menolak dan lari, dikejarlah mereka untuk dibunuh. Ketika mereka lari dari kejaran pasukan raja, sampailah mereka di mulut sebuah gua yang kemudian dipakai tempat persembunyian.

    Dengan izin Allah mereka kemudian ditidurkan selama 309 tahun di dalam gua, dan dibangkitkan kembali ketika masyarakat dan raja mereka sudah berganti menjadi masyarakat dan raja yang beriman kepada Allah SWT (Ibnu Katsir; Tafsir al-Quran al-‘Adzim; jilid:3 ; hal.67-71).

    Berikut adalah kisah Ashabul Kahfi (Penghuni Gua) yang ditafsir secara jelas jalan ceritanya… ..

    Penulis kitab Fadha’ilul Khamsah Minas Shihahis Sittah (jilid II, halaman 291-300), mengetengahkan suatu riwayat yang dikutip dari kitab Qishashul Anbiya. Riwayat tersebut berkaitan dengan tafsir ayat 10 Surah Al-Kahfi:

    “(Ingatlah) tatkala pemuda-pemuda itu mencari tempat berlindung ke dalam gua lalu mereka berdo’a: “Wahai Tuhan kami berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah bagi kami petunjuk yang lurus dalam urusan kami (ini)” (QS al-Kahfi:10)

    Dengan panjang lebar kitab Qishashul Anbiya mulai dari halaman 566 meriwayatkan sebagai berikut:

    Di kala Umar Ibnul Khattab memangku jabatan sebagai Amirul Mukminin, pernah datang kepadanya beberapa orang pendeta Yahudi. Mereka berkata kepada Khalifah: “Hai Khalifah Umar, anda adalah pemegang kekuasaan sesudah Muhammad dan sahabatnya, Abu Bakar. Kami hendak menanyakan beberapa masalah penting kepada anda. Jika anda dapat memberi jawaban kepada kami, barulah kami mau mengerti bahwa Islam merupakan agama yang benar dan Muhammad benar-benar seorang Nabi. Sebaliknya, jika anda tidak dapat memberi jawaban, berarti bahwa agama Islam itu bathil dan Muhammad bukan seorang Nabi.”

    “Silahkan bertanya tentang apa saja yang kalian inginkan,” sahut Khalifah Umar.ashabul-kahfi-132

    “Jelaskan kepada kami tentang induk kunci (gembok) mengancing langit, apakah itu?” Tanya pendeta-pendeta itu, memulai pertanyaan-pertanya annya. “Terangkan kepada kami tentang adanya sebuah kuburan yang berjalan bersama penghuninya, apakah itu? Tunjukkan kepada kami tentang suatu makhluk yang dapat memberi peringatan kepada bangsanya, tetapi ia bukan manusia dan bukan jin! Terangkan kepada kami tentang lima jenis makhluk yang dapat berjalan di permukaan bumi, tetapi makhluk-makhluk itu tidak dilahirkan dari kandungan ibu atau atau induknya! Beritahukan kepada kami apa yang dikatakan oleh burung puyuh (gemak) di saat ia sedang berkicau! Apakah yang dikatakan oleh ayam jantan di kala ia sedang berkokok! Apakah yang dikatakan oleh kuda di saat ia sedang meringkik? Apakah yang dikatakan oleh katak di waktu ia sedang bersuara? Apakah yang dikatakan oleh keledai di saat ia sedang meringkik? Apakah yang dikatakan oleh burung pipit pada waktu ia sedang berkicau?”

    Khalifah Umar menundukkan kepala untuk berfikir sejenak, kemudian berkata: “Bagi Umar, jika ia menjawab ‘tidak tahu’ atas pertanyaan-pertanya an yang memang tidak diketahui jawabannya, itu bukan suatu hal yang memalukan!”

    Mendengar jawaban Khalifah Umar seperti itu, pendeta-pendeta Yahudi yang bertanya berdiri melonjak-lonjak kegirangan, sambil berkata: “Sekarang kami bersaksi bahwa Muhammad memang bukan seorang Nabi, dan agama Islam itu adalah bathil!”

    Salman Al-Farisi yang saat itu hadir, segera bangkit dan berkata kepada pendeta-pendeta Yahudi itu: “Kalian tunggu sebentar!”

    Ia cepat-cepat pergi ke rumah Ali bin Abi Thalib. Setelah bertemu, Salman berkata: “Ya Abal Hasan, selamatkanlahagama Islam!”

    Imam Ali r.a. bingung, lalu bertanya: “Mengapa?”

    Salman kemudian menceritakan apa yang sedang dihadapi oleh Khalifah Umar Ibnul Khattab. Imam Ali segera saja berangkat menuju ke rumah Khalifah Umar, berjalan lenggang memakai burdah (selembar kain penutup punggung atau leher) peninggalan Rasul Allah s.a.w. Ketika Umar melihat Ali bin Abi Thalib datang, ia bangun dari tempat duduk lalu buru-buru memeluknya, sambil berkata: “Ya Abal Hasan, tiap ada kesulitan besar, engkau selalu kupanggil!”

    Setelah berhadap-hadapan dengan para pendeta yang sedang menunggu-nunggu jawaban itu, Ali bin Abi Thalib herkata: “Silakan kalian bertanya tentang apa saja yang kalian inginkan. Rasul Allah s.a.w. sudah mengajarku seribu macam ilmu, dan tiap jenis dari ilmu-ilmu itu mempunyai seribu macam cabang ilmu!”

    Pendeta-pendeta Yahudi itu lalu mengulangi pertanyaan-pertanya an mereka. Sebelum menjawab, Ali bin Abi Thalib berkata: “Aku ingin mengajukan suatu syarat kepada kalian, yaitu jika ternyata aku nanti sudah menjawab pertanyaan-pertanya an kalian sesuai dengan yang ada di dalam Taurat, kalian supaya bersedia memeluk agama kami dan beriman!”

    “Ya baik!” jawab mereka.ashabul-kahfi-14

    “Sekarang tanyakanlah satu demi satu,” kata Ali bin Abi Thalib.

    Mereka mulai bertanya: “Apakah induk kunci (gembok) yang mengancing pintu-pintu langit?”

    “Induk kunci itu,” jawab Ali bin Abi Thalib, “ialah syirik kepada Allah. Sebab semua hamba Allah, baik pria maupun wanita, jika ia bersyirik kepada Allah, amalnya tidak akan dapat naik sampai ke hadhirat Allah!”

    Para pendeta Yahudi bertanya lagi: “Anak kunci apakah yang dapat membuka pintu-pintu langit?”

    Ali bin Abi Thalib menjawab: “Anak kunci itu ialah kesaksian (syahadat) bahwa tiada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah Rasul Allah!”

    Para pendeta Yahudi itu saling pandang di antara mereka, sambil berkata: “Orang itu benar juga!” Mereka bertanyalebih lanjut: “Terangkanlah kepada kami tentang adanya sebuah kuburan yang dapat berjalan bersama penghuninya! “

    “Kuburan itu ialah ikan hiu (hut) yang menelan Nabi Yunus putera Matta,” jawab Ali bin Abi Thalib. “Nabi Yunus as. dibawa keliling ketujuh samudera!”

    Pendeta-pendeta itu meneruskan pertanyaannya lagi: “Jelaskan kepada kami tentang makhluk yang dapat memberi peringatan kepada bangsanya, tetapi makhluk itu bukan manusia dan bukan jin!”

    Ali bin Abi Thalib menjawab: “Makhluk itu ialah semut Nabi Sulaiman putera Nabi Dawud alaihimas salam. Semut itu berkata kepada kaumnya: “Hai para semut, masuklah ke dalam tempat kediaman kalian, agar tidak diinjak-injak oleh Sulaiman dan pasukan-nya dalam keadaan mereka tidak sadar!”

    Para pendeta Yahudi itu meneruskan pertanyaannya: “Beritahukan kepada kami tentang lima jenis makhluk yang berjalan di atas permukaan bumi, tetapi tidak satu pun di antara makhluk-makhluk itu yang dilahirkan dari kandungan ibunya atau induknya!”

    Ali bin Abi Thalib menjawab: “Lima makhluk itu ialah, pertama, Adam. Kedua, Hawa. Ketiga, Unta Nabi Shaleh. Keempat, Domba Nabi Ibrahim. Kelima, Tongkat Nabi Musa (yang menjelma menjadi seekor ular).”

    Dua di antara tiga orang pendeta Yahudi itu setelah mendengar jawaban-jawaban serta penjelasan yang diberikan oleh Imam Ali r.a. lalu mengatakan: “Kami bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah Rasul Allah!”

    Tetapi seorang pendeta lainnya, bangun berdiri sambil berkata kepada Ali bin Abi Thalib: “Hai Ali, hati teman-temanku sudah dihinggapi oleh sesuatu yang sama seperti iman dan keyakinan mengenai benarnya agama Islam. Sekarang masih ada satu hal lagi yang ingin kutanyakan kepada anda.”

    “Tanyakanlah apa saja yang kau inginkan,” sahut Imam Ali.

    “Coba terangkan kepadaku tentang sejumlah orang yang pada zaman dahulu sudah mati selama 309 tahun, kemudian dihidupkan kembali oleh Allah. Bagaimana hikayat tentang mereka itu?” Tanya pendeta tadi.

    Ali bin Ali Thalib menjawab: “Hai pendeta Yahudi, mereka itu ialah para penghuni gua. Hikayat tentang mereka itu sudah dikisahkan oleh Allah s.w.t. kepada Rasul-Nya. Jika engkau mau, akan kubacakan kisah mereka itu.”

    Pendeta Yahudi itu menyahut: “Aku sudah banyak mendengar tentang Qur’an kalian itu! Jika engkau memang benar-benar tahu, coba sebutkan nama-nama mereka, nama ayah-ayah mereka, nama kota mereka, nama raja mereka, nama anjing mereka, nama gunung serta gua mereka, dan semua kisah mereka dari awal sampai akhir!”

    Ali bin Abi Thalib kemudian membetulkan duduknya, menekuk lutut ke depan perut, lalu ditopangnya dengan burdah yang diikatkan ke pinggang. Lalu ia berkata: “Hai saudara Yahudi, Muhammad Rasul Allah s.a.w. kekasihku telah menceritakan kepadaku, bahwa kisah itu terjadi di negeri Romawi, di sebuah kota bernama Aphesus, atau disebut juga dengan nama Tharsus. Tetapi nama kota itu pada zaman dahulu ialah Aphesus (Ephese). Baru setelah Islam datang, kota itu berubah nama menjadi Tharsus (Tarse, sekarang terletak di dalam wilayah Turki). Penduduk negeri itu dahulunya mempunyai seorang raja yang baik. Setelah raja itu meninggal dunia, berita kematiannya didengar oleh seorang raja Persia bernama Diqyanius. Ia seorang raja kafir yang amat congkak dan dzalim. Ia datang menyerbu negeri itu dengan kekuatan pasukannya, dan akhirnya berhasil menguasai kota Aphesus. Olehnya kota itu dijadikan ibukota kerajaan, lalu dibangunlah sebuah Istana.”ashabul-kahfi-10

    Baru sampai di situ, pendeta Yahudi yang bertanya itu berdiri, terus bertanya: “Jika engkau benar-benar tahu, coba terangkan kepadaku bentuk Istana itu, bagaimana serambi dan ruangan-ruangannya! “

    Ali bin Abi Thalib menerangkan: “Hai saudara Yahudi, raja itu membangun istana yang sangat megah, terbuat dari batu marmar. Panjangnya satu farsakh (= kl 8 km) dan lebarnya pun satu farsakh. Pilar-pilarnya yang berjumlah seribu buah, semuanya terbuat dari emas, dan lampu-lampu yang berjumlah seribu buah, juga semuanya terbuat dari emas. Lampu-lampu itu bergelantungan pada rantai-rantai yang terbuat dari perak. Tiap malam apinya dinyalakan dengan sejenis minyak yang harum baunya. Di sebelah timur serambi dibuat lubang-lubang cahaya sebanyak seratus buah, demikian pula di sebelah baratnya. Sehingga matahari sejak mulai terbit sampai terbenam selalu dapat menerangi serambi. Raja itu pun membuat sebuah singgasana dari emas. Panjangnya 80 hasta dan lebarnya 40 hasta. Di sebelah kanannya tersedia 80 buah kursi, semuanya terbuat dari emas. Di situlah para hulubalang kerajaan duduk. Di sebelah kirinya juga disediakan 80 buah kursi terbuat dari emas, untuk duduk para pepatih dan penguasa-penguasa tinggi lainnya. Raja duduk di atas singgasana dengan mengenakan mahkota di atas kepala.”

    Sampai di situ pendeta yang bersangkutan berdiri lagi sambil berkata: “Jika engkau benar-benar tahu, coba terangkan kepadaku dari apakah mahkota itu dibuat?”

    “Hai saudara Yahudi,” kata Imam Ali menerangkan, “mahkota raja itu terbuat dari kepingan-kepingan emas, berkaki 9 buah, dan tiap kakinya bertaburan mutiara yang memantulkan cahaya laksana bintang-bintang menerangi kegelapan malam. Raja itu juga mempunyai 50 orang pelayan, terdiri dari anak-anak para hulubalang. Semuanya memakai selempang dan baju sutera berwarna merah. Celana mereka juga terbuat dari sutera berwarna hijau. Semuanya dihias dengan gelang-gelang kaki yang sangat indah. Masing-masing diberi tongkat terbuat dari emas. Mereka harus berdiri di belakang raja. Selain mereka, raja juga mengangkat 6 orang, terdiri dari anak-anak para cendekiawan, untuk dijadikan menteri-menteri atau pembantu-pembantuny a. Raja tidak mengambil suatu keputusan apa pun tanpa berunding lebih dulu dengan mereka. Enam orang pembantu itu selalu berada di kanan kiri raja, tiga orang berdiri di sebelah kanan dan yang tiga orang lainnya berdiri di sebelah kiri.”

    Pendeta yang bertanya itu berdiri lagi. Lalu berkata: “Hai Ali, jika yang kau katakan itu benar, coba sebutkan nama enam orang yang menjadi pembantu-pembantu raja itu!”

    Menanggapi hal itu, Imam Ali r.a. menjawab: “Kekasihku Muhammad Rasul Allah s.a.w. menceritakan kepadaku, bahwa tiga orang yang berdiri di sebelah kanan raja, masing-masing bernama Tamlikha, Miksalmina, dan Mikhaslimina. Adapun tiga orang pembantu yang berdiri di sebelah kiri, masing-masing bernama Martelius, Casitius dan Sidemius. Raja selalu berunding dengan mereka mengenai segala urusan.

    Tiap hari setelah raja duduk dalam serambi istana dikerumuni oleh semua hulubalang dan para punggawa, masuklah tiga orang pelayan menghadap raja. Seorang diantaranya membawa piala emas penuh berisi wewangian murni. Seorang lagi membawa piala perak penuh berisi air sari bunga. Sedang yang seorangnya lagi membawa seekor burung. Orang yang membawa burung ini kemudian mengeluarkan suara isyarat, lalu burung itu terbang di atas piala yang berisi air sari bunga. Burung itu berkecimpung di dalamnya dan setelah itu ia mengibas-ngibaskan sayap serta bulunya, sampai sari-bunga itu habis dipercikkan ke semua tempat sekitarnya.

    Kemudian si pembawa burung tadi mengeluarkan suara isyarat lagi. Burung itu terbang pula. Lalu hinggap di atas piala yang berisi wewangian murni. Sambil berkecimpung di dalamnya, burung itu mengibas-ngibaskan sayap dan bulunya, sampai wewangian murni yang ada dalam piala itu habis dipercikkan ke tempat sekitarnya. Pembawa burung itu memberi isyarat suara lagi. Burung itu lalu terbang dan hinggap di atas mahkota raja, sambil membentangkan kedua sayap yang harum semerbak di atas kepala raja.

    Demikianlah raja itu berada di atas singgasana kekuasaan selama tiga puluh tahun. Selama itu ia tidak pernah diserang penyakit apa pun, tidak pernah merasa pusing kepala, sakit perut, demam, berliur, berludah atau pun beringus. Setelah sang raja merasa diri sedemikian kuat dan sehat, ia mulai congkak, durhaka dan dzalim. Ia mengaku-aku diri sebagai “tuhan” dan tidak mau lagi mengakui adanya Allah s.w.t.ashabul-kahfi-11

    Raja itu kemudian memanggil orang-orang terkemuka dari rakyatnya. Barang siapa yang taat dan patuh kepadanya,diberi pakaian dan berbagai macam hadiah lainnya. Tetapi barang siapa yang tidak mau taat atau tidak bersedia mengikuti kemauannya, ia akan segera dibunuh. Oleh sebab itu semua orang terpaksa mengiakan kemauannya. Dalam masa yang cukup lama, semua orang patuh kepada raja itu, sampai ia disembah dan dipuja. Mereka tidak lagi memuja dan menyembah Allah s.w.t.

    Pada suatu hari perayaan ulang-tahunnya, raja sedang duduk di atas singgasana mengenakan mahkota di atas kepala, tiba-tiba masuklah seorang hulubalang memberi tahu, bahwa ada balatentara asing masuk menyerbu ke dalam wilayah kerajaannya, dengan maksud hendak melancarkan peperangan terhadap raja. Demikian sedih dan bingungnya raja itu, sampai tanpa disadari mahkota yang sedang dipakainya jatuh dari kepala. Kemudian raja itu sendiri jatuh terpelanting dari atas singgasana. Salah seorang pembantu yang berdiri di sebelah kanan –seorang cerdas yang bernama Tamlikha– memperhatikan keadaan sang raja dengan sepenuh fikiran. Ia berfikir, lalu berkata di dalam hati: “Kalau Diqyanius itu benar-benar tuhan sebagaimana menurut pengakuannya, tentu ia tidak akan sedih, tidak tidur, tidak buang air kecil atau pun air besar. Itu semua bukanlah sifat-sifat Tuhan.”

    Enam orang pembantu raja itu tiap hari selalu mengadakan pertemuan di tempat salah seorang dari mereka secara bergiliran. Pada satu hari tibalah giliran Tamlikha menerima kunjungan lima orang temannya. Mereka berkumpul di rumah Tamlikha untuk makan dan minum, tetapi Tamlikha sendiri tidak ikut makan dan minum. Teman-temannya bertanya: “Hai Tamlikha, mengapa engkau tidak mau makan dan tidak mau minum?”

    “Teman-teman, ” sahut Tamlikha, “hatiku sedang dirisaukan oleh sesuatu yang membuatku tidak ingin makan dan tidak ingin minum, juga tidak ingin tidur.”

    Teman-temannya mengejar: “Apakah yang merisaukan hatimu, hai Tamlikha?”

    “Sudah lama aku memikirkan soal langit,” ujar Tamlikha menjelaskan. “Aku lalu bertanya pada diriku sendiri: ‘siapakah yang mengangkatnya ke atas sebagai atap yang senantiasa aman dan terpelihara, tanpa gantungan dari atas dan tanpa tiang yang menopangnya dari bawah? Siapakah yang menjalankan matahari dan bulan di langit itu? Siapakah yang menghias langit itu dengan bintang-bintang bertaburan?’ Kemudian kupikirkan juga bumi ini: ‘Siapakah yang membentang dan menghamparkan- nya di cakrawala? Siapakah yang menahannya dengan gunung-gunung raksasa agar tidak goyah, tidak goncang dan tidak miring?’ Aku juga lama sekali memikirkan diriku sendiri: ‘Siapakah yang mengeluarkan aku sebagai bayi dari perut ibuku? Siapakah yang memelihara hidupku dan memberi makan kepadaku? Semuanya itu pasti ada yang membuat, dan sudah tentu bukan Diqyanius’…”

    Teman-teman Tamlikha lalu bertekuk lutut di hadapannya. Dua kaki Tamlikha diciumi sambil berkata: “Hai Tamlikha dalam hati kami sekarang terasa sesuatu seperti yang ada di dalam hatimu. Oleh karena itu, baiklah engkau tunjukkan jalan keluar bagi kita semua!”

    “Saudara-saudara, ” jawab Tamlikha, “baik aku maupun kalian tidak menemukan akal selain harus lari meninggalkan raja yang dzalim itu, pergi kepada Raja pencipta langit dan bumi!”

    “Kami setuju dengan pendapatmu,” sahut teman-temannya.

    Tamlikha lalu berdiri, terus beranjak pergi untuk menjual buah kurma, dan akhirnya berhasil mendapat uang sebanyak 3 dirham. Uang itu kemudian diselipkan dalam kantong baju. Lalu berangkat berkendaraan kuda bersama-sama dengan lima orang temannya.

    Setelah berjalan 3 mil jauhnya dari kota, Tamlikha berkata kepada teman-temannya: “Saudara-saudara, kita sekarang sudah terlepas dari raja dunia dan dari kekuasaannya. Sekarang turunlah kalian dari kuda dan marilah kita berjalan kaki. Mudah-mudahan Allah akan memudahkan urusan kita serta memberikan jalan keluar.”

    Mereka turun dari kudanya masing-masing. Lalu berjalan kaki sejauh 7 farsakh, sampai kaki mereka bengkak berdarah karena tidak biasa berjalan kaki sejauh itu.ashabul-kahfi-12

    Tiba-tiba datanglah seorang penggembala menyambut mereka. Kepada penggembala itu mereka bertanya: “Hai penggembala, apakah engkau mempunyai air minum atau susu?”

    “Aku mempunyai semua yang kalian inginkan,” sahut penggembala itu. “Tetapi kulihat wajah kalian semuanya seperti kaum bangsawan. Aku menduga kalian itu pasti melarikan diri. Coba beritahukan kepadaku bagaimana cerita perjalanan kalian itu!”

    “Ah…, susahnya orang ini,” jawab mereka. “Kami sudah memeluk suatu agama, kami tidak boleh berdusta. Apakah kami akan selamat jika kami mengatakan yang sebenarnya?”

    “Ya,” jawab penggembala itu.

    Tamlikha dan teman-temannya lalu menceritakan semua yang terjadi pada diri mereka. Mendengar cerita mereka, penggembala itu segera bertekuk lutut di depan mereka, dan sambil menciumi kaki mereka, ia berkata: “Dalam hatiku sekarang terasa sesuatu seperti yang ada dalam hati kalian. Kalian berhenti sajalah dahulu di sini. Aku hendak mengembalikan kambing-kambing itu kepada pemiliknya. Nanti aku akan segera kembali lagi kepada kalian.”

    Tamlikha bersama teman-temannya berhenti. Penggembala itu segera pergi untuk mengembalikan kambing-kambing gembalaannya. Tak lama kemudian ia datang lagi berjalan kaki, diikuti oleh seekor anjing miliknya.”

    Waktu cerita Imam Ali sampai di situ, pendeta Yahudi yang bertanya melonjak berdiri lagi sambil berkata: “Hai Ali, jika engkau benar-benar tahu, coba sebutkan apakah warna anjing itu dan siapakah namanya?”

    “Hai saudara Yahudi,” kata Ali bin Abi Thalib memberitahukan, “kekasihku Muhammad Rasul Allah s.a.w. menceritakan kepadaku, bahwa anjing itu berwarna kehitam-hitaman dan bernama Qithmir. Ketika enam orang pelarian itu melihat seekor anjing, masing-masing saling berkata kepada temannya: kita khawatir kalau-kalau anjing itu nantinya akan membongkar rahasia kita! Mereka minta kepada penggembala supaya anjing itu dihalau saja dengan batu.

    Anjing itu melihat kepada Tamlikha dan teman-temannya, lalu duduk di atas dua kaki belakang, menggeliat, dan mengucapkan kata-kata dengan lancar dan jelas sekali: “Hai orang-orang, mengapa kalian hendak mengusirku, padahal aku ini bersaksi tiada tuhan selain Allah, tak ada sekutu apa pun bagi-Nya. Biarlah aku menjaga kalian dari musuh, dan dengan berbuat demikian aku mendekatkan diriku kepada Allah s.w.t.”

    Anjing itu akhirnya dibiarkan saja. Mereka lalu pergi. Penggembala tadi mengajak mereka naik ke sebuah bukit. Lalu bersama mereka mendekati sebuah gua.”

    Pendeta Yahudi yang menanyakan kisah itu, bangun lagi dari tempat duduknya sambil berkata: “Apakah nama gunung itu dan apakah nama gua itu?!”

    Imam Ali menjelaskan: “Gunung itu bernama Naglus dan nama gua itu ialah Washid, atau di sebut juga dengan nama Kheram!”

    Ali bin Abi Thalib meneruskan ceritanya: secara tiba-tiba di depan gua itu tumbuh pepohonan berbuah dan memancur mata-air deras sekali. Mereka makan buah-buahan dan minum air yang tersedia di tempat itu. Setelah tiba waktu malam, mereka masuk berlindung di dalam gua. Sedang anjing yang sejak tadi mengikuti mereka, berjaga-jaga ndeprok sambil menjulurkan dua kaki depan untuk menghalang-halangi pintu gua. Kemudian Allah s.w.t. memerintahkan Malaikat maut supaya mencabut nyawa mereka. Kepada masing-masing orang dari mereka Allah s.w.t. mewakilkan dua Malaikat untuk membalik-balik tubuh mereka dari kanan ke kiri. Allah lalu memerintahkan matahari supaya pada saat terbit condong memancarkan sinarnya ke dalam gua dari arah kanan, dan pada saat hampir terbenam supaya sinarnya mulai meninggalkan mereka dari arah kiri.

    Suatu ketika waktu raja Diqyanius baru saja selesai berpesta ia bertanya tentang enam orang pembantunya. Ia mendapat jawaban, bahwa mereka itu melarikan diri. Raja Diqyanius sangat gusar. Bersama 80.000 pasukan berkuda ia cepat-cepat berangkat menyelusuri jejak enam orang pembantu yang melarikan diri. Ia naik ke atas bukit, kemudian mendekati gua. Ia melihat enam orang pembantunya yang melarikan diri itu sedang tidur berbaring di dalam gua. Ia tidak ragu-ragu dan memastikan bahwa enam orang itu benar-benar sedang tidur.

    Kepada para pengikutnya ia berkata: “Kalau aku hendak menghukum mereka, tidak akan kujatuhkan hukuman yang lebih berat dari perbuatan mereka yang telah menyiksa diri mereka sendiri di dalam gua. Panggillah tukang-tukang batu supaya mereka segera datang ke mari!”

    Setelah tukang-tukang batu itu tiba, mereka diperintahkan menutup rapat pintu gua dengan batu-batu dan jish (bahan semacam semen). Selesai dikerjakan, raja berkata kepada para pengikutnya: “Katakanlah kepada mereka yang ada di dalam gua, kalau benar-benar mereka itu tidak berdusta supaya minta tolong kepada Tuhan mereka yang ada di langit, agar mereka dikeluarkan dari tempat itu.”

    Dalam goa tertutup rapat itu, mereka tinggal selama 309 tahun.

    Setelah masa yang amat panjang itu lampau, Allah s.w.t. mengembalikan lagi nyawa mereka. Pada saat matahari sudah mulai memancarkan sinar, mereka merasa seakan-akan baru bangun dari tidurnya masing-masing. Yang seorang berkata kepada yang lainnya: “Malam tadi kami lupa beribadah kepada Allah, mari kita pergi ke mata air!”

    Setelah mereka berada di luar gua, tiba-tiba mereka lihat mata air itu sudah mengering kembali dan pepohonan yang ada pun sudah menjadi kering semuanya. Allah s.w.t. membuat mereka mulai merasa lapar. Mereka saling bertanya: “Siapakah di antara kita ini yang sanggup dan bersedia berangkat ke kota membawa uang untuk bisa mendapatkan makanan? Tetapi yang akan pergi ke kota nanti supaya hati-hati benar, jangan sampai membeli makanan yang dimasak dengan lemak-babi.”

    Tamlikha kemudian berkata: “Hai saudara-saudara, aku sajalah yang berangkat untuk mendapatkan makanan. Tetapi, hai penggembala, berikanlah bajumu kepadaku dan ambillah bajuku ini!”

    Setelah Tamlikha memakai baju penggembala, ia berangkat menuju ke kota. Sepanjang jalan ia melewati tempat-tempat yang sama sekali belum pernah dikenalnya, melalui jalan-jalan yang belum pernah diketahui. Setibanya dekat pintu gerbang kota, ia melihat bendera hijau berkibar di angkasa bertuliskan: “Tiada Tuhan selain Allah dan Isa adalah Roh Allah.”

    Tamlikha berhenti sejenak memandang bendera itu sambil mengusap-usap mata, lalu berkata seorang diri: “Kusangka aku ini masih tidur!” Setelah agak lama memandang dan mengamat-amati bendera, ia meneruskan perjalanan memasuki kota. Dilihatnya banyak orang sedang membaca Injil. Ia berpapasan dengan orang-orang yang belum pernah dikenal. Setibanya di sebuah pasar ia bertanya kepada seorang penjaja roti: “Hai tukang roti, apakah nama kota kalian ini?”

    “Aphesus,” sahut penjual roti itu.

    “Siapakah nama raja kalian?” tanya Tamlikha lagi. “Abdurrahman, ” jawab penjual roti.

    “Kalau yang kau katakan itu benar,” kata Tamlikha, “urusanku ini sungguh aneh sekali! Ambillah uang ini dan berilah makanan kepadaku!”

    Melihat uang itu, penjual roti keheran-heranan. Karena uang yang dibawa Tamlikha itu uang zaman lampau, yang ukurannya lebih besar dan lebih berat.

    Pendeta Yahudi yang bertanya itu kemudian berdiri lagi, lalu berkata kepada Ali bin Abi Thalib: “Hai Ali, kalau benar-benar engkau mengetahui, coba terangkan kepadaku berapa nilai uang lama itu dibanding dengan uang baru!”

    Imam Ali menerangkan: “Kekasihku Muhammad Rasul Allah s.a.w. menceritakan kepadaku, bahwa uang yang dibawa oleh Tamlikha dibanding dengan uang baru, ialah tiap dirham lama sama dengan sepuluh dan dua pertiga dirham baru!”ashabul-kahfi-16

    Imam Ali kemudian melanjutkan ceritanya: Penjual Roti lalu berkata kepada Tamlikha: “Aduhai, alangkah beruntungnya aku! Rupanya engkau baru menemukan harta karun! Berikan sisa uang itu kepadaku! Kalau tidak, engkau akan ku hadapkan kepada raja!”

    “Aku tidak menemukan harta karun,” sangkal Tamlikha. “Uang ini ku dapat tiga hari yang lalu dari hasil penjualan buah kurma seharga tiga dirham! Aku kemudian meninggalkan kota karena orang-orang semuanya menyembah Diqyanius!”

    Penjual roti itu marah. Lalu berkata: “Apakah setelah engkau menemukan harta karun masih juga tidak rela menyerahkan sisa uangmu itu kepadaku? Lagi pula engkau telah menyebut-nyebut seorang raja durhaka yangmengaku diri sebagai tuhan, padahal raja itu sudah mati lebih dari 300 tahun yang silam! Apakah dengan begitu engkau hendak memperolok-olok aku?”

    Tamlikha lalu ditangkap. Kemudian dibawa pergi menghadap raja. Raja yang baru ini seorang yang dapat berfikir dan bersikap adil. Raja bertanya kepada orang-orang yang membawa Tamlikha: “Bagaimana cerita tentang orang ini?”

    “Dia menemukan harta karun,” jawab orang-orang yang membawanya.

    Kepada Tamlikha, raja berkata: “Engkau tak perlu takut! Nabi Isa a.s. memerintahkan supaya kami hanya memungut seperlima saja dari harta karun itu. Serahkanlah yang seperlima itu kepadaku, dan selanjutnya engkau akan selamat.”

    Tamlikha menjawab: “Baginda, aku sama sekali tidak menemukan harta karun! Aku adalah penduduk kota ini!”

    Raja bertanya sambil keheran-heranan: “Engkau penduduk kota ini?”

    “Ya. Benar,” sahut Tamlikha.

    “Adakah orang yang kau kenal?” tanya raja lagi.

    “Ya, ada,” jawab Tamlikha.

    “Coba sebutkan siapa namanya,” perintah raja.

    Tamlikha menyebut nama-nama kurang lebih 1000 orang, tetapi tak ada satu nama pun yang dikenal oleh raja atau oleh orang lain yang hadir mendengarkan. Mereka berkata: “Ah…, semua itu bukan nama orang-orang yang hidup di zaman kita sekarang. Tetapi, apakah engkau mempunyai rumah di kota ini?”

    “Ya, tuanku,” jawab Tamlikha. “Utuslah seorang menyertai aku!”

    Raja kemudian memerintahkan beberapa orang menyertai Tamlikha pergi. Oleh Tamlikha mereka diajak menuju ke sebuah rumah yang paling tinggi di kota itu. Setibanya di sana, Tamlikha berkata kepada orang yang mengantarkan: “Inilah rumahku!”

    Pintu rumah itu lalu diketuk. Keluarlah seorang lelaki yang sudah sangat lanjut usia. Sepasang alis di bawah keningnya sudah sedemikian putih dan mengkerut hampir menutupi mata karena sudah terlampau tua. Ia terperanjat ketakutan, lalu bertanya kepada orang-orang yang datang: “Kalian ada perlu apa?”

    Utusan raja yang menyertai Tamlikha menyahut: “Orang muda ini mengaku rumah ini adalah rumahnya!”

    Orang tua itu marah, memandang kepada Tamlikha. Sambil mengamat-amati ia bertanya: “Siapa namamu?”

    “Aku Tamlikha anak Filistin!”

    Orang tua itu lalu berkata: “Coba ulangi lagi!”

    Tamlikha menyebut lagi namanya. Tiba-tiba orang tua itu bertekuk lutut di depan kaki Tamlikha sambil berucap: “Ini adalah datukku! Demi Allah, ia salah seorang di antara orang-orang yang melarikan diri dari Diqyanius, raja durhaka.” Kemudian diteruskannya dengan suara haru: “Ia lari berlindung kepada Yang Maha Perkasa, Pencipta langit dan bumi. Nabi kita, Isa as., dahulu telah memberitahukan kisah mereka kepada kita dan mengatakan bahwa mereka itu akan hidup kembali!”

    Peristiwa yang terjadi di rumah orang tua itu kemudian di laporkan kepada raja. Dengan menunggang kuda, raja segera datang menuju ke tempat Tamlikha yang sedang berada di rumah orang tua tadi. Setelah melihat Tamlikha, raja segera turun dari kuda. Oleh raja Tamlikha diangkat ke atas pundak, sedangkan orang banyak beramai-ramai menciumi tangan dan kaki Tamlikha sambil bertanya-tanya: “Hai Tamlikha, bagaimana keadaan teman-temanmu? “

    Kepada mereka Tamlikha memberi tahu, bahwa semua temannya masih berada di dalam gua.

    “Pada masa itu kota Aphesus diurus oleh dua orang bangsawan istana. Seorang beragama Islam dan seorang lainnya lagi beragama Nasrani. Dua orang bangsawan itu bersama pengikutnya masing-masing pergi membawa Tamlikha menuju ke gua,” demikian Imam Ali melanjutkan ceritanya.

    Teman-teman Tamlikha semuanya masih berada di dalam gua itu. Setibanya dekat gua, Tamlikha berkata kepada dua orang bangsawan dan para pengikut mereka: “Aku khawatir kalau sampai teman-temanku mendengar suara tapak kuda, atau gemerincingnya senjata. Mereka pasti menduga Diqyanius datang dan mereka bakal mati semua. Oleh karena itu kalian berhenti saja di sini. Biarlah aku sendiri yang akan menemui dan memberitahu mereka!”

    Semua berhenti menunggu dan Tamlikha masuk seorang diri ke dalam gua. Melihat Tamlikha datang, teman-temannya berdiri kegirangan, dan Tamlikha dipeluknya kuat-kuat. Kepada Tamlikha mereka berkata: “Puji dan syukur bagi Allah yang telah menyelamatkan dirimu dari Diqyanius!”

    Tamlikha menukas: “Ada urusan apa dengan Diqyanius? Tahukah kalian, sudah berapa lamakah kalian tinggal di sini?”

    “Kami tinggal sehari atau beberapa hari saja,” jawab mereka.

    “Tidak!” sangkal Tamlikha. “Kalian sudah tinggal di sini selama 309 tahun! Diqyanius sudah lama meninggal dunia! Generasi demi generasi sudah lewat silih berganti, dan penduduk kota itu sudah beriman kepada Allah yang Maha Agung! Mereka sekarang datang untuk bertemu dengan kalian!”

    Teman-teman Tamlikha menyahut: “Hai Tamlikha, apakah engkau hendak menjadikan kami ini orang-orang yang menggemparkan seluruh jagad?”

    “Lantas apa yang kalian inginkan?” Tamlikha balik bertanya.

    “Angkatlah tanganmu ke atas dan kami pun akan berbuat seperti itu juga,” jawab merekaMereka bertujuh semua mengangkat tangan ke atas, kemudian berdoa: “Ya Allah, dengan kebenaran yang telah Kau perlihatkan kepada kami tentang keanehan-keanehan yang kami alami sekarang ini, cabutlah kembali nyawa kami tanpa sepengetahuan orang lain!”

    Allah s.w.t. mengabulkan permohonan mereka. Lalu memerintahkan Malaikat maut mencabut kembali nyawa mereka. Kemudian Allah s.w.t. melenyapkan pintu gua tanpa bekas. Dua orang bangsawan yang menunggu-nunggu segera maju mendekati gua, berputar-putar selama tujuh hari untuk mencari-cari pintunya, tetapi tanpa hasil. Tak dapat ditemukan lubang atau jalan masuk lainnya ke dalam gua. Pada saat itu dua orang bangsawan tadi menjadi yakin tentang betapa hebatnya kekuasaan Allah s.w.t. Dua orang bangsawan itu memandang semua peristiwa yang dialami oleh para penghuni gua, sebagai peringatan yang diperlihatkan Allah kepada mereka.

    Bangsawan yang beragama Islam lalu berkata: “Mereka mati dalam keadaan memeluk agamaku! Akan ku dirikan sebuah tempat ibadah di pintu gua itu.”

    Sedang bangsawan yang beragama Nasrani berkata pula: “Mereka mati dalam keadaan memeluk agamaku! Akan ku dirikan sebuah biara di pintu gua itu.”

    Dua orang bangsawan itu bertengkar, dan setelah melalui pertikaian senjata, akhirnya bangsawan Nasrani terkalahkan oleh bangsawan yang beragama Islam. Dengan terjadinya peristiwa tersebut, maka Allah berfirman:

    Dan begitulah Kami menyerempakkan mereka, supaya mereka mengetahui bahawa janji Allah adalah benar, dan bahawa Saat itu tidak ada keraguan padanya. Apabila mereka berbalahan antara mereka dalam urusan mereka, maka mereka berkata, “Binalah di atas mereka satu bangunan; Pemelihara mereka sangat mengetahui mengenai mereka.” Berkata orang-orang yang menguasai atas urusan mereka, “Kami akan membina di atas mereka sebuah masjid.”

    Sampai di situ Imam Ali bin Abi Thalib berhenti menceritakan kisah para penghuni gua. Kemudian berkata kepada pendeta Yahudi yang menanyakan kisah itu: “Itulah, hai Yahudi, apa yang telah terjadi dalam kisah mereka. Demi Allah, sekarang aku hendak bertanya kepadamu, apakah semua yang ku ceritakan itu sesuai dengan apa yang tercantum dalam Taurat kalian?”

    Pendeta Yahudi itu menjawab: “Ya Abal Hasan, engkau tidak menambah dan tidak mengurangi, walau satu huruf pun! Sekarang engkau jangan menyebut diriku sebagai orang Yahudi, sebab aku telah bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad adalah hamba Allah serta Rasul-Nya. Aku pun bersaksi juga, bahwa engkau orang yang paling berilmu di kalangan ummat ini!”

    Demikianlah hikayat tentang para penghuni gua (Ashhabul Kahfi), kutipan dari kitab Qishasul Anbiya yang tercantum dalam kitab Fadha ‘ilul Khamsah Minas Shihahis Sittah, tulisan As Sayyid Murtadha Al Huseiniy Al Faruz Aabaad, dalam menunjukkan banyaknya ilmu pengetahuan yang diperoleh Imam Ali bin Abi Thalib dari Rasul Allah s.a.w.





    *اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيّدِنَا مُحَمَّدٍ ﷺ*


    , *Kisah Ashabul Kahfi – Bukti Ketinggian Ilmu Imam Ali Bin Abithalib R.A* ashabul-kahfi-15 Dalam surat al-Kahfi, Allah SWT menceritakan tiga kisah masa lalu, yaitu kisah Ashabul Kahfi, kisah pertemuan nabi Musa as dan nabi Khidzir as serta kisah Dzulqarnain. Kisah Ashabul Kahfi mendapat perhatian lebih dengan digunakan sebagai nama surat dimana terdapat tiga kisah tersebut. Hal ini tentu bukan kebetulan semata, tapi karena kisah Ashabul Kahfi, seperti juga kisah dalam al-Quran lainnya, bukan merupakan kisah semata, tapi juga terdapat banyak pelajaran (ibrah) didalamnya. Ashabul Kahfi adalah nama sekelompok orang beriman yang hidup pada masa Raja Diqyanus di Romawi, beberapa ratus tahun sebelum diutusnya nabi Isa as. Mereka hidup ditengah masyarakat penyembah berhala dengan seorang raja yang dzalim. Ketika sang raja mengetahui ada sekelompok orang yang tidak menyembah berhala, maka sang raja marah lalu memanggil mereka dan memerintahkan mereka untuk mengikuti kepercayaan sang raja. Tapi Ashabul Kahfi menolak dan lari, dikejarlah mereka untuk dibunuh. Ketika mereka lari dari kejaran pasukan raja, sampailah mereka di mulut sebuah gua yang kemudian dipakai tempat persembunyian. Dengan izin Allah mereka kemudian ditidurkan selama 309 tahun di dalam gua, dan dibangkitkan kembali ketika masyarakat dan raja mereka sudah berganti menjadi masyarakat dan raja yang beriman kepada Allah SWT (Ibnu Katsir; Tafsir al-Quran al-‘Adzim; jilid:3 ; hal.67-71). Berikut adalah kisah Ashabul Kahfi (Penghuni Gua) yang ditafsir secara jelas jalan ceritanya… .. Penulis kitab Fadha’ilul Khamsah Minas Shihahis Sittah (jilid II, halaman 291-300), mengetengahkan suatu riwayat yang dikutip dari kitab Qishashul Anbiya. Riwayat tersebut berkaitan dengan tafsir ayat 10 Surah Al-Kahfi: “(Ingatlah) tatkala pemuda-pemuda itu mencari tempat berlindung ke dalam gua lalu mereka berdo’a: “Wahai Tuhan kami berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah bagi kami petunjuk yang lurus dalam urusan kami (ini)” (QS al-Kahfi:10) Dengan panjang lebar kitab Qishashul Anbiya mulai dari halaman 566 meriwayatkan sebagai berikut: Di kala Umar Ibnul Khattab memangku jabatan sebagai Amirul Mukminin, pernah datang kepadanya beberapa orang pendeta Yahudi. Mereka berkata kepada Khalifah: “Hai Khalifah Umar, anda adalah pemegang kekuasaan sesudah Muhammad dan sahabatnya, Abu Bakar. Kami hendak menanyakan beberapa masalah penting kepada anda. Jika anda dapat memberi jawaban kepada kami, barulah kami mau mengerti bahwa Islam merupakan agama yang benar dan Muhammad benar-benar seorang Nabi. Sebaliknya, jika anda tidak dapat memberi jawaban, berarti bahwa agama Islam itu bathil dan Muhammad bukan seorang Nabi.” “Silahkan bertanya tentang apa saja yang kalian inginkan,” sahut Khalifah Umar.ashabul-kahfi-132 “Jelaskan kepada kami tentang induk kunci (gembok) mengancing langit, apakah itu?” Tanya pendeta-pendeta itu, memulai pertanyaan-pertanya annya. “Terangkan kepada kami tentang adanya sebuah kuburan yang berjalan bersama penghuninya, apakah itu? Tunjukkan kepada kami tentang suatu makhluk yang dapat memberi peringatan kepada bangsanya, tetapi ia bukan manusia dan bukan jin! Terangkan kepada kami tentang lima jenis makhluk yang dapat berjalan di permukaan bumi, tetapi makhluk-makhluk itu tidak dilahirkan dari kandungan ibu atau atau induknya! Beritahukan kepada kami apa yang dikatakan oleh burung puyuh (gemak) di saat ia sedang berkicau! Apakah yang dikatakan oleh ayam jantan di kala ia sedang berkokok! Apakah yang dikatakan oleh kuda di saat ia sedang meringkik? Apakah yang dikatakan oleh katak di waktu ia sedang bersuara? Apakah yang dikatakan oleh keledai di saat ia sedang meringkik? Apakah yang dikatakan oleh burung pipit pada waktu ia sedang berkicau?” Khalifah Umar menundukkan kepala untuk berfikir sejenak, kemudian berkata: “Bagi Umar, jika ia menjawab ‘tidak tahu’ atas pertanyaan-pertanya an yang memang tidak diketahui jawabannya, itu bukan suatu hal yang memalukan!” Mendengar jawaban Khalifah Umar seperti itu, pendeta-pendeta Yahudi yang bertanya berdiri melonjak-lonjak kegirangan, sambil berkata: “Sekarang kami bersaksi bahwa Muhammad memang bukan seorang Nabi, dan agama Islam itu adalah bathil!” Salman Al-Farisi yang saat itu hadir, segera bangkit dan berkata kepada pendeta-pendeta Yahudi itu: “Kalian tunggu sebentar!” Ia cepat-cepat pergi ke rumah Ali bin Abi Thalib. Setelah bertemu, Salman berkata: “Ya Abal Hasan, selamatkanlahagama Islam!” Imam Ali r.a. bingung, lalu bertanya: “Mengapa?” Salman kemudian menceritakan apa yang sedang dihadapi oleh Khalifah Umar Ibnul Khattab. Imam Ali segera saja berangkat menuju ke rumah Khalifah Umar, berjalan lenggang memakai burdah (selembar kain penutup punggung atau leher) peninggalan Rasul Allah s.a.w. Ketika Umar melihat Ali bin Abi Thalib datang, ia bangun dari tempat duduk lalu buru-buru memeluknya, sambil berkata: “Ya Abal Hasan, tiap ada kesulitan besar, engkau selalu kupanggil!” Setelah berhadap-hadapan dengan para pendeta yang sedang menunggu-nunggu jawaban itu, Ali bin Abi Thalib herkata: “Silakan kalian bertanya tentang apa saja yang kalian inginkan. Rasul Allah s.a.w. sudah mengajarku seribu macam ilmu, dan tiap jenis dari ilmu-ilmu itu mempunyai seribu macam cabang ilmu!” Pendeta-pendeta Yahudi itu lalu mengulangi pertanyaan-pertanya an mereka. Sebelum menjawab, Ali bin Abi Thalib berkata: “Aku ingin mengajukan suatu syarat kepada kalian, yaitu jika ternyata aku nanti sudah menjawab pertanyaan-pertanya an kalian sesuai dengan yang ada di dalam Taurat, kalian supaya bersedia memeluk agama kami dan beriman!” “Ya baik!” jawab mereka.ashabul-kahfi-14 “Sekarang tanyakanlah satu demi satu,” kata Ali bin Abi Thalib. Mereka mulai bertanya: “Apakah induk kunci (gembok) yang mengancing pintu-pintu langit?” “Induk kunci itu,” jawab Ali bin Abi Thalib, “ialah syirik kepada Allah. Sebab semua hamba Allah, baik pria maupun wanita, jika ia bersyirik kepada Allah, amalnya tidak akan dapat naik sampai ke hadhirat Allah!” Para pendeta Yahudi bertanya lagi: “Anak kunci apakah yang dapat membuka pintu-pintu langit?” Ali bin Abi Thalib menjawab: “Anak kunci itu ialah kesaksian (syahadat) bahwa tiada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah Rasul Allah!” Para pendeta Yahudi itu saling pandang di antara mereka, sambil berkata: “Orang itu benar juga!” Mereka bertanyalebih lanjut: “Terangkanlah kepada kami tentang adanya sebuah kuburan yang dapat berjalan bersama penghuninya! “ “Kuburan itu ialah ikan hiu (hut) yang menelan Nabi Yunus putera Matta,” jawab Ali bin Abi Thalib. “Nabi Yunus as. dibawa keliling ketujuh samudera!” Pendeta-pendeta itu meneruskan pertanyaannya lagi: “Jelaskan kepada kami tentang makhluk yang dapat memberi peringatan kepada bangsanya, tetapi makhluk itu bukan manusia dan bukan jin!” Ali bin Abi Thalib menjawab: “Makhluk itu ialah semut Nabi Sulaiman putera Nabi Dawud alaihimas salam. Semut itu berkata kepada kaumnya: “Hai para semut, masuklah ke dalam tempat kediaman kalian, agar tidak diinjak-injak oleh Sulaiman dan pasukan-nya dalam keadaan mereka tidak sadar!” Para pendeta Yahudi itu meneruskan pertanyaannya: “Beritahukan kepada kami tentang lima jenis makhluk yang berjalan di atas permukaan bumi, tetapi tidak satu pun di antara makhluk-makhluk itu yang dilahirkan dari kandungan ibunya atau induknya!” Ali bin Abi Thalib menjawab: “Lima makhluk itu ialah, pertama, Adam. Kedua, Hawa. Ketiga, Unta Nabi Shaleh. Keempat, Domba Nabi Ibrahim. Kelima, Tongkat Nabi Musa (yang menjelma menjadi seekor ular).” Dua di antara tiga orang pendeta Yahudi itu setelah mendengar jawaban-jawaban serta penjelasan yang diberikan oleh Imam Ali r.a. lalu mengatakan: “Kami bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah Rasul Allah!” Tetapi seorang pendeta lainnya, bangun berdiri sambil berkata kepada Ali bin Abi Thalib: “Hai Ali, hati teman-temanku sudah dihinggapi oleh sesuatu yang sama seperti iman dan keyakinan mengenai benarnya agama Islam. Sekarang masih ada satu hal lagi yang ingin kutanyakan kepada anda.” “Tanyakanlah apa saja yang kau inginkan,” sahut Imam Ali. “Coba terangkan kepadaku tentang sejumlah orang yang pada zaman dahulu sudah mati selama 309 tahun, kemudian dihidupkan kembali oleh Allah. Bagaimana hikayat tentang mereka itu?” Tanya pendeta tadi. Ali bin Ali Thalib menjawab: “Hai pendeta Yahudi, mereka itu ialah para penghuni gua. Hikayat tentang mereka itu sudah dikisahkan oleh Allah s.w.t. kepada Rasul-Nya. Jika engkau mau, akan kubacakan kisah mereka itu.” Pendeta Yahudi itu menyahut: “Aku sudah banyak mendengar tentang Qur’an kalian itu! Jika engkau memang benar-benar tahu, coba sebutkan nama-nama mereka, nama ayah-ayah mereka, nama kota mereka, nama raja mereka, nama anjing mereka, nama gunung serta gua mereka, dan semua kisah mereka dari awal sampai akhir!” Ali bin Abi Thalib kemudian membetulkan duduknya, menekuk lutut ke depan perut, lalu ditopangnya dengan burdah yang diikatkan ke pinggang. Lalu ia berkata: “Hai saudara Yahudi, Muhammad Rasul Allah s.a.w. kekasihku telah menceritakan kepadaku, bahwa kisah itu terjadi di negeri Romawi, di sebuah kota bernama Aphesus, atau disebut juga dengan nama Tharsus. Tetapi nama kota itu pada zaman dahulu ialah Aphesus (Ephese). Baru setelah Islam datang, kota itu berubah nama menjadi Tharsus (Tarse, sekarang terletak di dalam wilayah Turki). Penduduk negeri itu dahulunya mempunyai seorang raja yang baik. Setelah raja itu meninggal dunia, berita kematiannya didengar oleh seorang raja Persia bernama Diqyanius. Ia seorang raja kafir yang amat congkak dan dzalim. Ia datang menyerbu negeri itu dengan kekuatan pasukannya, dan akhirnya berhasil menguasai kota Aphesus. Olehnya kota itu dijadikan ibukota kerajaan, lalu dibangunlah sebuah Istana.”ashabul-kahfi-10 Baru sampai di situ, pendeta Yahudi yang bertanya itu berdiri, terus bertanya: “Jika engkau benar-benar tahu, coba terangkan kepadaku bentuk Istana itu, bagaimana serambi dan ruangan-ruangannya! “ Ali bin Abi Thalib menerangkan: “Hai saudara Yahudi, raja itu membangun istana yang sangat megah, terbuat dari batu marmar. Panjangnya satu farsakh (= kl 8 km) dan lebarnya pun satu farsakh. Pilar-pilarnya yang berjumlah seribu buah, semuanya terbuat dari emas, dan lampu-lampu yang berjumlah seribu buah, juga semuanya terbuat dari emas. Lampu-lampu itu bergelantungan pada rantai-rantai yang terbuat dari perak. Tiap malam apinya dinyalakan dengan sejenis minyak yang harum baunya. Di sebelah timur serambi dibuat lubang-lubang cahaya sebanyak seratus buah, demikian pula di sebelah baratnya. Sehingga matahari sejak mulai terbit sampai terbenam selalu dapat menerangi serambi. Raja itu pun membuat sebuah singgasana dari emas. Panjangnya 80 hasta dan lebarnya 40 hasta. Di sebelah kanannya tersedia 80 buah kursi, semuanya terbuat dari emas. Di situlah para hulubalang kerajaan duduk. Di sebelah kirinya juga disediakan 80 buah kursi terbuat dari emas, untuk duduk para pepatih dan penguasa-penguasa tinggi lainnya. Raja duduk di atas singgasana dengan mengenakan mahkota di atas kepala.” Sampai di situ pendeta yang bersangkutan berdiri lagi sambil berkata: “Jika engkau benar-benar tahu, coba terangkan kepadaku dari apakah mahkota itu dibuat?” “Hai saudara Yahudi,” kata Imam Ali menerangkan, “mahkota raja itu terbuat dari kepingan-kepingan emas, berkaki 9 buah, dan tiap kakinya bertaburan mutiara yang memantulkan cahaya laksana bintang-bintang menerangi kegelapan malam. Raja itu juga mempunyai 50 orang pelayan, terdiri dari anak-anak para hulubalang. Semuanya memakai selempang dan baju sutera berwarna merah. Celana mereka juga terbuat dari sutera berwarna hijau. Semuanya dihias dengan gelang-gelang kaki yang sangat indah. Masing-masing diberi tongkat terbuat dari emas. Mereka harus berdiri di belakang raja. Selain mereka, raja juga mengangkat 6 orang, terdiri dari anak-anak para cendekiawan, untuk dijadikan menteri-menteri atau pembantu-pembantuny a. Raja tidak mengambil suatu keputusan apa pun tanpa berunding lebih dulu dengan mereka. Enam orang pembantu itu selalu berada di kanan kiri raja, tiga orang berdiri di sebelah kanan dan yang tiga orang lainnya berdiri di sebelah kiri.” Pendeta yang bertanya itu berdiri lagi. Lalu berkata: “Hai Ali, jika yang kau katakan itu benar, coba sebutkan nama enam orang yang menjadi pembantu-pembantu raja itu!” Menanggapi hal itu, Imam Ali r.a. menjawab: “Kekasihku Muhammad Rasul Allah s.a.w. menceritakan kepadaku, bahwa tiga orang yang berdiri di sebelah kanan raja, masing-masing bernama Tamlikha, Miksalmina, dan Mikhaslimina. Adapun tiga orang pembantu yang berdiri di sebelah kiri, masing-masing bernama Martelius, Casitius dan Sidemius. Raja selalu berunding dengan mereka mengenai segala urusan. Tiap hari setelah raja duduk dalam serambi istana dikerumuni oleh semua hulubalang dan para punggawa, masuklah tiga orang pelayan menghadap raja. Seorang diantaranya membawa piala emas penuh berisi wewangian murni. Seorang lagi membawa piala perak penuh berisi air sari bunga. Sedang yang seorangnya lagi membawa seekor burung. Orang yang membawa burung ini kemudian mengeluarkan suara isyarat, lalu burung itu terbang di atas piala yang berisi air sari bunga. Burung itu berkecimpung di dalamnya dan setelah itu ia mengibas-ngibaskan sayap serta bulunya, sampai sari-bunga itu habis dipercikkan ke semua tempat sekitarnya. Kemudian si pembawa burung tadi mengeluarkan suara isyarat lagi. Burung itu terbang pula. Lalu hinggap di atas piala yang berisi wewangian murni. Sambil berkecimpung di dalamnya, burung itu mengibas-ngibaskan sayap dan bulunya, sampai wewangian murni yang ada dalam piala itu habis dipercikkan ke tempat sekitarnya. Pembawa burung itu memberi isyarat suara lagi. Burung itu lalu terbang dan hinggap di atas mahkota raja, sambil membentangkan kedua sayap yang harum semerbak di atas kepala raja. Demikianlah raja itu berada di atas singgasana kekuasaan selama tiga puluh tahun. Selama itu ia tidak pernah diserang penyakit apa pun, tidak pernah merasa pusing kepala, sakit perut, demam, berliur, berludah atau pun beringus. Setelah sang raja merasa diri sedemikian kuat dan sehat, ia mulai congkak, durhaka dan dzalim. Ia mengaku-aku diri sebagai “tuhan” dan tidak mau lagi mengakui adanya Allah s.w.t.ashabul-kahfi-11 Raja itu kemudian memanggil orang-orang terkemuka dari rakyatnya. Barang siapa yang taat dan patuh kepadanya,diberi pakaian dan berbagai macam hadiah lainnya. Tetapi barang siapa yang tidak mau taat atau tidak bersedia mengikuti kemauannya, ia akan segera dibunuh. Oleh sebab itu semua orang terpaksa mengiakan kemauannya. Dalam masa yang cukup lama, semua orang patuh kepada raja itu, sampai ia disembah dan dipuja. Mereka tidak lagi memuja dan menyembah Allah s.w.t. Pada suatu hari perayaan ulang-tahunnya, raja sedang duduk di atas singgasana mengenakan mahkota di atas kepala, tiba-tiba masuklah seorang hulubalang memberi tahu, bahwa ada balatentara asing masuk menyerbu ke dalam wilayah kerajaannya, dengan maksud hendak melancarkan peperangan terhadap raja. Demikian sedih dan bingungnya raja itu, sampai tanpa disadari mahkota yang sedang dipakainya jatuh dari kepala. Kemudian raja itu sendiri jatuh terpelanting dari atas singgasana. Salah seorang pembantu yang berdiri di sebelah kanan –seorang cerdas yang bernama Tamlikha– memperhatikan keadaan sang raja dengan sepenuh fikiran. Ia berfikir, lalu berkata di dalam hati: “Kalau Diqyanius itu benar-benar tuhan sebagaimana menurut pengakuannya, tentu ia tidak akan sedih, tidak tidur, tidak buang air kecil atau pun air besar. Itu semua bukanlah sifat-sifat Tuhan.” Enam orang pembantu raja itu tiap hari selalu mengadakan pertemuan di tempat salah seorang dari mereka secara bergiliran. Pada satu hari tibalah giliran Tamlikha menerima kunjungan lima orang temannya. Mereka berkumpul di rumah Tamlikha untuk makan dan minum, tetapi Tamlikha sendiri tidak ikut makan dan minum. Teman-temannya bertanya: “Hai Tamlikha, mengapa engkau tidak mau makan dan tidak mau minum?” “Teman-teman, ” sahut Tamlikha, “hatiku sedang dirisaukan oleh sesuatu yang membuatku tidak ingin makan dan tidak ingin minum, juga tidak ingin tidur.” Teman-temannya mengejar: “Apakah yang merisaukan hatimu, hai Tamlikha?” “Sudah lama aku memikirkan soal langit,” ujar Tamlikha menjelaskan. “Aku lalu bertanya pada diriku sendiri: ‘siapakah yang mengangkatnya ke atas sebagai atap yang senantiasa aman dan terpelihara, tanpa gantungan dari atas dan tanpa tiang yang menopangnya dari bawah? Siapakah yang menjalankan matahari dan bulan di langit itu? Siapakah yang menghias langit itu dengan bintang-bintang bertaburan?’ Kemudian kupikirkan juga bumi ini: ‘Siapakah yang membentang dan menghamparkan- nya di cakrawala? Siapakah yang menahannya dengan gunung-gunung raksasa agar tidak goyah, tidak goncang dan tidak miring?’ Aku juga lama sekali memikirkan diriku sendiri: ‘Siapakah yang mengeluarkan aku sebagai bayi dari perut ibuku? Siapakah yang memelihara hidupku dan memberi makan kepadaku? Semuanya itu pasti ada yang membuat, dan sudah tentu bukan Diqyanius’…” Teman-teman Tamlikha lalu bertekuk lutut di hadapannya. Dua kaki Tamlikha diciumi sambil berkata: “Hai Tamlikha dalam hati kami sekarang terasa sesuatu seperti yang ada di dalam hatimu. Oleh karena itu, baiklah engkau tunjukkan jalan keluar bagi kita semua!” “Saudara-saudara, ” jawab Tamlikha, “baik aku maupun kalian tidak menemukan akal selain harus lari meninggalkan raja yang dzalim itu, pergi kepada Raja pencipta langit dan bumi!” “Kami setuju dengan pendapatmu,” sahut teman-temannya. Tamlikha lalu berdiri, terus beranjak pergi untuk menjual buah kurma, dan akhirnya berhasil mendapat uang sebanyak 3 dirham. Uang itu kemudian diselipkan dalam kantong baju. Lalu berangkat berkendaraan kuda bersama-sama dengan lima orang temannya. Setelah berjalan 3 mil jauhnya dari kota, Tamlikha berkata kepada teman-temannya: “Saudara-saudara, kita sekarang sudah terlepas dari raja dunia dan dari kekuasaannya. Sekarang turunlah kalian dari kuda dan marilah kita berjalan kaki. Mudah-mudahan Allah akan memudahkan urusan kita serta memberikan jalan keluar.” Mereka turun dari kudanya masing-masing. Lalu berjalan kaki sejauh 7 farsakh, sampai kaki mereka bengkak berdarah karena tidak biasa berjalan kaki sejauh itu.ashabul-kahfi-12 Tiba-tiba datanglah seorang penggembala menyambut mereka. Kepada penggembala itu mereka bertanya: “Hai penggembala, apakah engkau mempunyai air minum atau susu?” “Aku mempunyai semua yang kalian inginkan,” sahut penggembala itu. “Tetapi kulihat wajah kalian semuanya seperti kaum bangsawan. Aku menduga kalian itu pasti melarikan diri. Coba beritahukan kepadaku bagaimana cerita perjalanan kalian itu!” “Ah…, susahnya orang ini,” jawab mereka. “Kami sudah memeluk suatu agama, kami tidak boleh berdusta. Apakah kami akan selamat jika kami mengatakan yang sebenarnya?” “Ya,” jawab penggembala itu. Tamlikha dan teman-temannya lalu menceritakan semua yang terjadi pada diri mereka. Mendengar cerita mereka, penggembala itu segera bertekuk lutut di depan mereka, dan sambil menciumi kaki mereka, ia berkata: “Dalam hatiku sekarang terasa sesuatu seperti yang ada dalam hati kalian. Kalian berhenti sajalah dahulu di sini. Aku hendak mengembalikan kambing-kambing itu kepada pemiliknya. Nanti aku akan segera kembali lagi kepada kalian.” Tamlikha bersama teman-temannya berhenti. Penggembala itu segera pergi untuk mengembalikan kambing-kambing gembalaannya. Tak lama kemudian ia datang lagi berjalan kaki, diikuti oleh seekor anjing miliknya.” Waktu cerita Imam Ali sampai di situ, pendeta Yahudi yang bertanya melonjak berdiri lagi sambil berkata: “Hai Ali, jika engkau benar-benar tahu, coba sebutkan apakah warna anjing itu dan siapakah namanya?” “Hai saudara Yahudi,” kata Ali bin Abi Thalib memberitahukan, “kekasihku Muhammad Rasul Allah s.a.w. menceritakan kepadaku, bahwa anjing itu berwarna kehitam-hitaman dan bernama Qithmir. Ketika enam orang pelarian itu melihat seekor anjing, masing-masing saling berkata kepada temannya: kita khawatir kalau-kalau anjing itu nantinya akan membongkar rahasia kita! Mereka minta kepada penggembala supaya anjing itu dihalau saja dengan batu. Anjing itu melihat kepada Tamlikha dan teman-temannya, lalu duduk di atas dua kaki belakang, menggeliat, dan mengucapkan kata-kata dengan lancar dan jelas sekali: “Hai orang-orang, mengapa kalian hendak mengusirku, padahal aku ini bersaksi tiada tuhan selain Allah, tak ada sekutu apa pun bagi-Nya. Biarlah aku menjaga kalian dari musuh, dan dengan berbuat demikian aku mendekatkan diriku kepada Allah s.w.t.” Anjing itu akhirnya dibiarkan saja. Mereka lalu pergi. Penggembala tadi mengajak mereka naik ke sebuah bukit. Lalu bersama mereka mendekati sebuah gua.” Pendeta Yahudi yang menanyakan kisah itu, bangun lagi dari tempat duduknya sambil berkata: “Apakah nama gunung itu dan apakah nama gua itu?!” Imam Ali menjelaskan: “Gunung itu bernama Naglus dan nama gua itu ialah Washid, atau di sebut juga dengan nama Kheram!” Ali bin Abi Thalib meneruskan ceritanya: secara tiba-tiba di depan gua itu tumbuh pepohonan berbuah dan memancur mata-air deras sekali. Mereka makan buah-buahan dan minum air yang tersedia di tempat itu. Setelah tiba waktu malam, mereka masuk berlindung di dalam gua. Sedang anjing yang sejak tadi mengikuti mereka, berjaga-jaga ndeprok sambil menjulurkan dua kaki depan untuk menghalang-halangi pintu gua. Kemudian Allah s.w.t. memerintahkan Malaikat maut supaya mencabut nyawa mereka. Kepada masing-masing orang dari mereka Allah s.w.t. mewakilkan dua Malaikat untuk membalik-balik tubuh mereka dari kanan ke kiri. Allah lalu memerintahkan matahari supaya pada saat terbit condong memancarkan sinarnya ke dalam gua dari arah kanan, dan pada saat hampir terbenam supaya sinarnya mulai meninggalkan mereka dari arah kiri. Suatu ketika waktu raja Diqyanius baru saja selesai berpesta ia bertanya tentang enam orang pembantunya. Ia mendapat jawaban, bahwa mereka itu melarikan diri. Raja Diqyanius sangat gusar. Bersama 80.000 pasukan berkuda ia cepat-cepat berangkat menyelusuri jejak enam orang pembantu yang melarikan diri. Ia naik ke atas bukit, kemudian mendekati gua. Ia melihat enam orang pembantunya yang melarikan diri itu sedang tidur berbaring di dalam gua. Ia tidak ragu-ragu dan memastikan bahwa enam orang itu benar-benar sedang tidur. Kepada para pengikutnya ia berkata: “Kalau aku hendak menghukum mereka, tidak akan kujatuhkan hukuman yang lebih berat dari perbuatan mereka yang telah menyiksa diri mereka sendiri di dalam gua. Panggillah tukang-tukang batu supaya mereka segera datang ke mari!” Setelah tukang-tukang batu itu tiba, mereka diperintahkan menutup rapat pintu gua dengan batu-batu dan jish (bahan semacam semen). Selesai dikerjakan, raja berkata kepada para pengikutnya: “Katakanlah kepada mereka yang ada di dalam gua, kalau benar-benar mereka itu tidak berdusta supaya minta tolong kepada Tuhan mereka yang ada di langit, agar mereka dikeluarkan dari tempat itu.” Dalam goa tertutup rapat itu, mereka tinggal selama 309 tahun. Setelah masa yang amat panjang itu lampau, Allah s.w.t. mengembalikan lagi nyawa mereka. Pada saat matahari sudah mulai memancarkan sinar, mereka merasa seakan-akan baru bangun dari tidurnya masing-masing. Yang seorang berkata kepada yang lainnya: “Malam tadi kami lupa beribadah kepada Allah, mari kita pergi ke mata air!” Setelah mereka berada di luar gua, tiba-tiba mereka lihat mata air itu sudah mengering kembali dan pepohonan yang ada pun sudah menjadi kering semuanya. Allah s.w.t. membuat mereka mulai merasa lapar. Mereka saling bertanya: “Siapakah di antara kita ini yang sanggup dan bersedia berangkat ke kota membawa uang untuk bisa mendapatkan makanan? Tetapi yang akan pergi ke kota nanti supaya hati-hati benar, jangan sampai membeli makanan yang dimasak dengan lemak-babi.” Tamlikha kemudian berkata: “Hai saudara-saudara, aku sajalah yang berangkat untuk mendapatkan makanan. Tetapi, hai penggembala, berikanlah bajumu kepadaku dan ambillah bajuku ini!” Setelah Tamlikha memakai baju penggembala, ia berangkat menuju ke kota. Sepanjang jalan ia melewati tempat-tempat yang sama sekali belum pernah dikenalnya, melalui jalan-jalan yang belum pernah diketahui. Setibanya dekat pintu gerbang kota, ia melihat bendera hijau berkibar di angkasa bertuliskan: “Tiada Tuhan selain Allah dan Isa adalah Roh Allah.” Tamlikha berhenti sejenak memandang bendera itu sambil mengusap-usap mata, lalu berkata seorang diri: “Kusangka aku ini masih tidur!” Setelah agak lama memandang dan mengamat-amati bendera, ia meneruskan perjalanan memasuki kota. Dilihatnya banyak orang sedang membaca Injil. Ia berpapasan dengan orang-orang yang belum pernah dikenal. Setibanya di sebuah pasar ia bertanya kepada seorang penjaja roti: “Hai tukang roti, apakah nama kota kalian ini?” “Aphesus,” sahut penjual roti itu. “Siapakah nama raja kalian?” tanya Tamlikha lagi. “Abdurrahman, ” jawab penjual roti. “Kalau yang kau katakan itu benar,” kata Tamlikha, “urusanku ini sungguh aneh sekali! Ambillah uang ini dan berilah makanan kepadaku!” Melihat uang itu, penjual roti keheran-heranan. Karena uang yang dibawa Tamlikha itu uang zaman lampau, yang ukurannya lebih besar dan lebih berat. Pendeta Yahudi yang bertanya itu kemudian berdiri lagi, lalu berkata kepada Ali bin Abi Thalib: “Hai Ali, kalau benar-benar engkau mengetahui, coba terangkan kepadaku berapa nilai uang lama itu dibanding dengan uang baru!” Imam Ali menerangkan: “Kekasihku Muhammad Rasul Allah s.a.w. menceritakan kepadaku, bahwa uang yang dibawa oleh Tamlikha dibanding dengan uang baru, ialah tiap dirham lama sama dengan sepuluh dan dua pertiga dirham baru!”ashabul-kahfi-16 Imam Ali kemudian melanjutkan ceritanya: Penjual Roti lalu berkata kepada Tamlikha: “Aduhai, alangkah beruntungnya aku! Rupanya engkau baru menemukan harta karun! Berikan sisa uang itu kepadaku! Kalau tidak, engkau akan ku hadapkan kepada raja!” “Aku tidak menemukan harta karun,” sangkal Tamlikha. “Uang ini ku dapat tiga hari yang lalu dari hasil penjualan buah kurma seharga tiga dirham! Aku kemudian meninggalkan kota karena orang-orang semuanya menyembah Diqyanius!” Penjual roti itu marah. Lalu berkata: “Apakah setelah engkau menemukan harta karun masih juga tidak rela menyerahkan sisa uangmu itu kepadaku? Lagi pula engkau telah menyebut-nyebut seorang raja durhaka yangmengaku diri sebagai tuhan, padahal raja itu sudah mati lebih dari 300 tahun yang silam! Apakah dengan begitu engkau hendak memperolok-olok aku?” Tamlikha lalu ditangkap. Kemudian dibawa pergi menghadap raja. Raja yang baru ini seorang yang dapat berfikir dan bersikap adil. Raja bertanya kepada orang-orang yang membawa Tamlikha: “Bagaimana cerita tentang orang ini?” “Dia menemukan harta karun,” jawab orang-orang yang membawanya. Kepada Tamlikha, raja berkata: “Engkau tak perlu takut! Nabi Isa a.s. memerintahkan supaya kami hanya memungut seperlima saja dari harta karun itu. Serahkanlah yang seperlima itu kepadaku, dan selanjutnya engkau akan selamat.” Tamlikha menjawab: “Baginda, aku sama sekali tidak menemukan harta karun! Aku adalah penduduk kota ini!” Raja bertanya sambil keheran-heranan: “Engkau penduduk kota ini?” “Ya. Benar,” sahut Tamlikha. “Adakah orang yang kau kenal?” tanya raja lagi. “Ya, ada,” jawab Tamlikha. “Coba sebutkan siapa namanya,” perintah raja. Tamlikha menyebut nama-nama kurang lebih 1000 orang, tetapi tak ada satu nama pun yang dikenal oleh raja atau oleh orang lain yang hadir mendengarkan. Mereka berkata: “Ah…, semua itu bukan nama orang-orang yang hidup di zaman kita sekarang. Tetapi, apakah engkau mempunyai rumah di kota ini?” “Ya, tuanku,” jawab Tamlikha. “Utuslah seorang menyertai aku!” Raja kemudian memerintahkan beberapa orang menyertai Tamlikha pergi. Oleh Tamlikha mereka diajak menuju ke sebuah rumah yang paling tinggi di kota itu. Setibanya di sana, Tamlikha berkata kepada orang yang mengantarkan: “Inilah rumahku!” Pintu rumah itu lalu diketuk. Keluarlah seorang lelaki yang sudah sangat lanjut usia. Sepasang alis di bawah keningnya sudah sedemikian putih dan mengkerut hampir menutupi mata karena sudah terlampau tua. Ia terperanjat ketakutan, lalu bertanya kepada orang-orang yang datang: “Kalian ada perlu apa?” Utusan raja yang menyertai Tamlikha menyahut: “Orang muda ini mengaku rumah ini adalah rumahnya!” Orang tua itu marah, memandang kepada Tamlikha. Sambil mengamat-amati ia bertanya: “Siapa namamu?” “Aku Tamlikha anak Filistin!” Orang tua itu lalu berkata: “Coba ulangi lagi!” Tamlikha menyebut lagi namanya. Tiba-tiba orang tua itu bertekuk lutut di depan kaki Tamlikha sambil berucap: “Ini adalah datukku! Demi Allah, ia salah seorang di antara orang-orang yang melarikan diri dari Diqyanius, raja durhaka.” Kemudian diteruskannya dengan suara haru: “Ia lari berlindung kepada Yang Maha Perkasa, Pencipta langit dan bumi. Nabi kita, Isa as., dahulu telah memberitahukan kisah mereka kepada kita dan mengatakan bahwa mereka itu akan hidup kembali!” Peristiwa yang terjadi di rumah orang tua itu kemudian di laporkan kepada raja. Dengan menunggang kuda, raja segera datang menuju ke tempat Tamlikha yang sedang berada di rumah orang tua tadi. Setelah melihat Tamlikha, raja segera turun dari kuda. Oleh raja Tamlikha diangkat ke atas pundak, sedangkan orang banyak beramai-ramai menciumi tangan dan kaki Tamlikha sambil bertanya-tanya: “Hai Tamlikha, bagaimana keadaan teman-temanmu? “ Kepada mereka Tamlikha memberi tahu, bahwa semua temannya masih berada di dalam gua. “Pada masa itu kota Aphesus diurus oleh dua orang bangsawan istana. Seorang beragama Islam dan seorang lainnya lagi beragama Nasrani. Dua orang bangsawan itu bersama pengikutnya masing-masing pergi membawa Tamlikha menuju ke gua,” demikian Imam Ali melanjutkan ceritanya. Teman-teman Tamlikha semuanya masih berada di dalam gua itu. Setibanya dekat gua, Tamlikha berkata kepada dua orang bangsawan dan para pengikut mereka: “Aku khawatir kalau sampai teman-temanku mendengar suara tapak kuda, atau gemerincingnya senjata. Mereka pasti menduga Diqyanius datang dan mereka bakal mati semua. Oleh karena itu kalian berhenti saja di sini. Biarlah aku sendiri yang akan menemui dan memberitahu mereka!” Semua berhenti menunggu dan Tamlikha masuk seorang diri ke dalam gua. Melihat Tamlikha datang, teman-temannya berdiri kegirangan, dan Tamlikha dipeluknya kuat-kuat. Kepada Tamlikha mereka berkata: “Puji dan syukur bagi Allah yang telah menyelamatkan dirimu dari Diqyanius!” Tamlikha menukas: “Ada urusan apa dengan Diqyanius? Tahukah kalian, sudah berapa lamakah kalian tinggal di sini?” “Kami tinggal sehari atau beberapa hari saja,” jawab mereka. “Tidak!” sangkal Tamlikha. “Kalian sudah tinggal di sini selama 309 tahun! Diqyanius sudah lama meninggal dunia! Generasi demi generasi sudah lewat silih berganti, dan penduduk kota itu sudah beriman kepada Allah yang Maha Agung! Mereka sekarang datang untuk bertemu dengan kalian!” Teman-teman Tamlikha menyahut: “Hai Tamlikha, apakah engkau hendak menjadikan kami ini orang-orang yang menggemparkan seluruh jagad?” “Lantas apa yang kalian inginkan?” Tamlikha balik bertanya. “Angkatlah tanganmu ke atas dan kami pun akan berbuat seperti itu juga,” jawab merekaMereka bertujuh semua mengangkat tangan ke atas, kemudian berdoa: “Ya Allah, dengan kebenaran yang telah Kau perlihatkan kepada kami tentang keanehan-keanehan yang kami alami sekarang ini, cabutlah kembali nyawa kami tanpa sepengetahuan orang lain!” Allah s.w.t. mengabulkan permohonan mereka. Lalu memerintahkan Malaikat maut mencabut kembali nyawa mereka. Kemudian Allah s.w.t. melenyapkan pintu gua tanpa bekas. Dua orang bangsawan yang menunggu-nunggu segera maju mendekati gua, berputar-putar selama tujuh hari untuk mencari-cari pintunya, tetapi tanpa hasil. Tak dapat ditemukan lubang atau jalan masuk lainnya ke dalam gua. Pada saat itu dua orang bangsawan tadi menjadi yakin tentang betapa hebatnya kekuasaan Allah s.w.t. Dua orang bangsawan itu memandang semua peristiwa yang dialami oleh para penghuni gua, sebagai peringatan yang diperlihatkan Allah kepada mereka. Bangsawan yang beragama Islam lalu berkata: “Mereka mati dalam keadaan memeluk agamaku! Akan ku dirikan sebuah tempat ibadah di pintu gua itu.” Sedang bangsawan yang beragama Nasrani berkata pula: “Mereka mati dalam keadaan memeluk agamaku! Akan ku dirikan sebuah biara di pintu gua itu.” Dua orang bangsawan itu bertengkar, dan setelah melalui pertikaian senjata, akhirnya bangsawan Nasrani terkalahkan oleh bangsawan yang beragama Islam. Dengan terjadinya peristiwa tersebut, maka Allah berfirman: Dan begitulah Kami menyerempakkan mereka, supaya mereka mengetahui bahawa janji Allah adalah benar, dan bahawa Saat itu tidak ada keraguan padanya. Apabila mereka berbalahan antara mereka dalam urusan mereka, maka mereka berkata, “Binalah di atas mereka satu bangunan; Pemelihara mereka sangat mengetahui mengenai mereka.” Berkata orang-orang yang menguasai atas urusan mereka, “Kami akan membina di atas mereka sebuah masjid.” Sampai di situ Imam Ali bin Abi Thalib berhenti menceritakan kisah para penghuni gua. Kemudian berkata kepada pendeta Yahudi yang menanyakan kisah itu: “Itulah, hai Yahudi, apa yang telah terjadi dalam kisah mereka. Demi Allah, sekarang aku hendak bertanya kepadamu, apakah semua yang ku ceritakan itu sesuai dengan apa yang tercantum dalam Taurat kalian?” Pendeta Yahudi itu menjawab: “Ya Abal Hasan, engkau tidak menambah dan tidak mengurangi, walau satu huruf pun! Sekarang engkau jangan menyebut diriku sebagai orang Yahudi, sebab aku telah bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad adalah hamba Allah serta Rasul-Nya. Aku pun bersaksi juga, bahwa engkau orang yang paling berilmu di kalangan ummat ini!” Demikianlah hikayat tentang para penghuni gua (Ashhabul Kahfi), kutipan dari kitab Qishasul Anbiya yang tercantum dalam kitab Fadha ‘ilul Khamsah Minas Shihahis Sittah, tulisan As Sayyid Murtadha Al Huseiniy Al Faruz Aabaad, dalam menunjukkan banyaknya ilmu pengetahuan yang diperoleh Imam Ali bin Abi Thalib dari Rasul Allah s.a.w. *اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيّدِنَا مُحَمَّدٍ ﷺ* 🍃♥️🌹📚📚
    0 Comments 0 Shares 138 Views
  • The 2024 People's Choice Country Awards will be held on September 28, 2024, at the Grand Ole Opry House in Nashville, Tennessee. This event celebrates the best in country music as voted on by fans, and this year, Zach Bryan and Beyoncé lead the nominations, reflecting their significant impact on the genre​.
    𝐋𝐢𝐯𝐞𝐬𝐭𝐫𝐞𝐚𝐦 https://fubostream.com/people-choice-country-awards-2024/
    𝐋𝐢𝐯𝐞𝐬𝐭𝐫𝐞𝐚𝐦 https://fubostream.com/people-choice-country-awards-2024/

    Key nominees include:
    People's Artist of 2023: Beyoncé, Jelly Roll, Kacey Musgraves, Kane Brown, Lainey Wilson, Luke Combs, Morgan Wallen, Zach Bryan.
    Male Artist of 2023: Bailey Zimmerman, Chris Stapleton, Cody Johnson, Jelly Roll, Kane Brown, Luke Combs, Morgan Wallen, Zach Bryan.
    Female Artist of 2023: Beyoncé, Carly Pearce, Dolly Parton, Kacey Musgraves, Kelsea Ballerini, Lainey Wilson, Megan Moroney, Miranda Lambert.
    Group/Duo of 2023: Brothers Osborne, Dan + Shay, Old Dominion, Ole 60, The Red Clay Strays, The War And Treaty, Tigirlily Gold, Zac Brown Band​.
    The 2024 People's Choice Country Awards will be held on September 28, 2024, at the Grand Ole Opry House in Nashville, Tennessee. This event celebrates the best in country music as voted on by fans, and this year, Zach Bryan and Beyoncé lead the nominations, reflecting their significant impact on the genre​. 🔴📺𝐋𝐢𝐯𝐞𝐬𝐭𝐫𝐞𝐚𝐦📲👉👉 https://fubostream.com/people-choice-country-awards-2024/ 🔴📺𝐋𝐢𝐯𝐞𝐬𝐭𝐫𝐞𝐚𝐦📲👉👉 https://fubostream.com/people-choice-country-awards-2024/ Key nominees include: People's Artist of 2023: Beyoncé, Jelly Roll, Kacey Musgraves, Kane Brown, Lainey Wilson, Luke Combs, Morgan Wallen, Zach Bryan. Male Artist of 2023: Bailey Zimmerman, Chris Stapleton, Cody Johnson, Jelly Roll, Kane Brown, Luke Combs, Morgan Wallen, Zach Bryan. Female Artist of 2023: Beyoncé, Carly Pearce, Dolly Parton, Kacey Musgraves, Kelsea Ballerini, Lainey Wilson, Megan Moroney, Miranda Lambert. Group/Duo of 2023: Brothers Osborne, Dan + Shay, Old Dominion, Ole 60, The Red Clay Strays, The War And Treaty, Tigirlily Gold, Zac Brown Band​.
    0 Comments 0 Shares 1479 Views
  • #VoteReformUK #Hearts #Bolivia #Tucker #garcia #Greg #murillo #TheBear #SunakandStarmer #Georgia #PhilipDavies
    #Trump #Democrats #SupremeCourt #Congress #Chevron #SCOTUS #Megan #Bronny #Black #Republicans #jill #Mark #Maga
    #Newsom #Lakers #POTUS #Hillary #Harris #Taylor #Elon #Dems #Kamala #Democratic #Gavin #JoeBiden #Bidens #President
    #BlackJobs #Elder #Kennedy #Finish #HappyBirthdayElon #Unlock #haechan #Rihanna #SmackDown #MartinMull #NHLDraft
    #Caturday #WWERaw #AEWDynamite #loveislandusa #WNBA #Correct #jaemin #Jeter
    #VoteReformUK #Hearts #Bolivia #Tucker #garcia #Greg #murillo #TheBear #SunakandStarmer #Georgia #PhilipDavies #Trump #Democrats #SupremeCourt #Congress #Chevron #SCOTUS #Megan #Bronny #Black #Republicans #jill #Mark #Maga #Newsom #Lakers #POTUS #Hillary #Harris #Taylor #Elon #Dems #Kamala #Democratic #Gavin #JoeBiden #Bidens #President #BlackJobs #Elder #Kennedy #Finish #HappyBirthdayElon #Unlock #haechan #Rihanna #SmackDown #MartinMull #NHLDraft #Caturday #WWERaw #AEWDynamite #loveislandusa #WNBA #Correct #jaemin #Jeter
    0 Comments 0 Shares 13668 Views
  • https://firefaucet.win/ref/1306471?s=telegram


    #VoteReformUK #Hearts #Bolivia #Tucker #garcia #Greg #murillo #TheBear #SunakandStarmer #Georgia #PhilipDavies
    #Trump #Democrats #SupremeCourt #Congress #Chevron #SCOTUS #Megan #Bronny #Black #Republicans #jill #Mark #Maga
    #Newsom #Lakers #POTUS #Hillary #Harris #Taylor #Elon #Dems #Kamala #Democratic #Gavin #JoeBiden #Bidens #President
    #BlackJobs #Elder #Kennedy #Finish #HappyBirthdayElon #Unlock #haechan #Rihanna #SmackDown #MartinMull #NHLDraft
    #Caturday #WWERaw #AEWDynamite #loveislandusa #WNBA #Correct #jaemin #Jeter
    https://firefaucet.win/ref/1306471?s=telegram #VoteReformUK #Hearts #Bolivia #Tucker #garcia #Greg #murillo #TheBear #SunakandStarmer #Georgia #PhilipDavies #Trump #Democrats #SupremeCourt #Congress #Chevron #SCOTUS #Megan #Bronny #Black #Republicans #jill #Mark #Maga #Newsom #Lakers #POTUS #Hillary #Harris #Taylor #Elon #Dems #Kamala #Democratic #Gavin #JoeBiden #Bidens #President #BlackJobs #Elder #Kennedy #Finish #HappyBirthdayElon #Unlock #haechan #Rihanna #SmackDown #MartinMull #NHLDraft #Caturday #WWERaw #AEWDynamite #loveislandusa #WNBA #Correct #jaemin #Jeter
    FIREFAUCET.WIN
    Fire Faucet - The Best Auto Faucet
    Fire Faucet allows you to automatically claim all your cryptocurrencies at once in a single tab without any annoying ads or popups and without any hidden miners. There are also lots of more feautres like Cool Daily Bonuses, Rank rewards, and much more!
    0 Comments 0 Shares 16396 Views
  • #VoteReformUK #Hearts #Bolivia #Tucker #garcia #Greg #murillo #TheBear #SunakandStarmer #Georgia #PhilipDavies
    #Trump #Democrats #SupremeCourt #Congress #Chevron #SCOTUS #Megan #Bronny #Black #Republicans #jill #Mark #Maga
    #Newsom #Lakers #POTUS #Hillary #Harris #Taylor #Elon #Dems #Kamala #Democratic #Gavin #JoeBiden #Bidens #President
    #BlackJobs #Elder #Kennedy #Finish #HappyBirthdayElon #Unlock #haechan #Rihanna #SmackDown #MartinMull #NHLDraft
    #Caturday #WWERaw #AEWDynamite #loveislandusa #WNBA #Correct #jaemin #Jeter
    #VoteReformUK #Hearts #Bolivia #Tucker #garcia #Greg #murillo #TheBear #SunakandStarmer #Georgia #PhilipDavies #Trump #Democrats #SupremeCourt #Congress #Chevron #SCOTUS #Megan #Bronny #Black #Republicans #jill #Mark #Maga #Newsom #Lakers #POTUS #Hillary #Harris #Taylor #Elon #Dems #Kamala #Democratic #Gavin #JoeBiden #Bidens #President #BlackJobs #Elder #Kennedy #Finish #HappyBirthdayElon #Unlock #haechan #Rihanna #SmackDown #MartinMull #NHLDraft #Caturday #WWERaw #AEWDynamite #loveislandusa #WNBA #Correct #jaemin #Jeter
    Love
    1
    0 Comments 0 Shares 13040 Views
  • #VoteReformUK #Hearts #Bolivia #Tucker #garcia #Greg #murillo #TheBear #SunakandStarmer #Georgia #PhilipDavies
    #Trump #Democrats #SupremeCourt #Congress #Chevron #SCOTUS #Megan #Bronny #Black #Republicans #jill #Mark #Maga
    #Newsom #Lakers #POTUS #Hillary #Harris #Taylor #Elon #Dems #Kamala #Democratic #Gavin #JoeBiden #Bidens #President
    #BlackJobs #Elder #Kennedy #Finish #HappyBirthdayElon #Unlock #haechan #Rihanna #SmackDown #MartinMull #NHLDraft
    #Caturday #WWERaw #AEWDynamite #loveislandusa #WNBA #Correct #jaemin #Jeter
    #VoteReformUK #Hearts #Bolivia #Tucker #garcia #Greg #murillo #TheBear #SunakandStarmer #Georgia #PhilipDavies #Trump #Democrats #SupremeCourt #Congress #Chevron #SCOTUS #Megan #Bronny #Black #Republicans #jill #Mark #Maga #Newsom #Lakers #POTUS #Hillary #Harris #Taylor #Elon #Dems #Kamala #Democratic #Gavin #JoeBiden #Bidens #President #BlackJobs #Elder #Kennedy #Finish #HappyBirthdayElon #Unlock #haechan #Rihanna #SmackDown #MartinMull #NHLDraft #Caturday #WWERaw #AEWDynamite #loveislandusa #WNBA #Correct #jaemin #Jeter
    Love
    1
    0 Comments 0 Shares 12751 Views
  • #VoteReformUK #Hearts #Bolivia #Tucker #garcia #Greg #murillo #TheBear #SunakandStarmer #Georgia #PhilipDavies
    #Trump #Democrats #SupremeCourt #Congress #Chevron #SCOTUS #Megan #Bronny #Black #Republicans #jill #Mark #Maga
    #Newsom #Lakers #POTUS #Hillary #Harris #Taylor #Elon #Dems #Kamala #Democratic #Gavin #JoeBiden #Bidens #President
    #BlackJobs #Elder #Kennedy #Finish #HappyBirthdayElon #Unlock #haechan #Rihanna #SmackDown #MartinMull #NHLDraft
    #Caturday #WWERaw #AEWDynamite #loveislandusa #WNBA #Correct #jaemin #Jeter
    #VoteReformUK #Hearts #Bolivia #Tucker #garcia #Greg #murillo #TheBear #SunakandStarmer #Georgia #PhilipDavies #Trump #Democrats #SupremeCourt #Congress #Chevron #SCOTUS #Megan #Bronny #Black #Republicans #jill #Mark #Maga #Newsom #Lakers #POTUS #Hillary #Harris #Taylor #Elon #Dems #Kamala #Democratic #Gavin #JoeBiden #Bidens #President #BlackJobs #Elder #Kennedy #Finish #HappyBirthdayElon #Unlock #haechan #Rihanna #SmackDown #MartinMull #NHLDraft #Caturday #WWERaw #AEWDynamite #loveislandusa #WNBA #Correct #jaemin #Jeter
    Love
    1
    0 Comments 0 Shares 12380 Views
  • #VoteReformUK #Hearts #Bolivia #Tucker #garcia #Greg #murillo #TheBear #SunakandStarmer #Georgia #PhilipDavies
    #Trump #Democrats #SupremeCourt #Congress #Chevron #SCOTUS #Megan #Bronny #Black #Republicans #jill #Mark #Maga
    #Newsom #Lakers #POTUS #Hillary #Harris #Taylor #Elon #Dems #Kamala #Democratic #Gavin #JoeBiden #Bidens #President
    #BlackJobs #Elder #Kennedy #Finish #HappyBirthdayElon #Unlock #haechan #Rihanna #SmackDown #MartinMull #NHLDraft
    #Caturday #WWERaw #AEWDynamite #loveislandusa #WNBA #Correct #jaemin #Jeter
    #VoteReformUK #Hearts #Bolivia #Tucker #garcia #Greg #murillo #TheBear #SunakandStarmer #Georgia #PhilipDavies #Trump #Democrats #SupremeCourt #Congress #Chevron #SCOTUS #Megan #Bronny #Black #Republicans #jill #Mark #Maga #Newsom #Lakers #POTUS #Hillary #Harris #Taylor #Elon #Dems #Kamala #Democratic #Gavin #JoeBiden #Bidens #President #BlackJobs #Elder #Kennedy #Finish #HappyBirthdayElon #Unlock #haechan #Rihanna #SmackDown #MartinMull #NHLDraft #Caturday #WWERaw #AEWDynamite #loveislandusa #WNBA #Correct #jaemin #Jeter
    0 Comments 0 Shares 12118 Views
  • Congratulations I want to give the first 500 participants $750 Free Rewards For My Brithday Gifts.. First Come First Serve. Free Between 24 Hours. The Gift Only For US GUY.. Please click the Every link to get your Gift and Quickly Register here With Your Mail Confirm And Win Free Giveaway Within 24 Hours..

    https://smrturl.co/o/420732/53466114?s1= CASH In Bank $400 Gift
    https://smrturl.co/o/420732/53177516?s1= Cashapp $750 Gift
    https://smrturl.co/o/420732/53308847?s1= $500 CashApp Gift
    https://smrturl.co/o/420732/53468192?s1= Paypal $100 Gift
    https://smrturl.co/o/420732/53251150?s1= Paypal $750 Gift
    https://smrturl.co/o/420732/53426638?s1= SouthWest $750 Gift
    https://smrturl.co/o/420732/53206664?s1= Venmo $750 Gift
    https://smrturl.co/o/420732/53477858?s1= Target $500 Gift
    https://smrturl.co/o/420732/53435685?s1= Mcdonald's $100 Gift
    https://smrturl.co/o/420732/53477599?s1= Shein Giftcard $500
    https://smrturl.co/o/420732/53279414?s1= Target eGiftCard $100
    https://smrturl.co/o/420732/53480480?s1= Mcdonald's $100 Gift
    https://smrturl.co/o/420732/53473413?s1= Venmo $300 Gift
    https://smrturl.co/o/420732/53470800?s1= Walmart $500 Gift
    https://smrturl.co/o/420732/53470801?s1= Taco Bell $100 Gift
    https://smrturl.co/o/420732/53478725?s1= Get $1000 Credit Gift
    https://smrturl.co/o/420732/53455010?s1= Roblox $50 Gift
    https://smrturl.co/o/420732/53477600?s1= 7 Eleven Giftcard
    https://smrturl.co/o/420732/53374878?s1= Uber Eats $125 Gift
    https://smrturl.co/o/420732/53478998?s1= Restaurant $750 Giftcard
    https://smrturl.co/o/420732/53480481?s1= Samsung Smart TV
    https://smrturl.co/o/420732/53381033?s1= Cash App $750 Gift
    https://smrturl.co/o/420732/53441107?s1= McDonald's $750 Gift
    https://smrturl.co/o/420732/53383209?s1= iPhone 14
    https://smrturl.co/o/420732/53424937?s1= iPhone 15 Pro
    https://smrturl.co/o/420732/53391324?s1= iPhone 15 Pro Max
    https://smrturl.co/o/420732/53466558?s1= Win $100 Dunkin Donuts Gift Card
    https://smrturl.co/o/420732/53289138?s1= Chance To Win $25,000
    https://smrturl.co/o/420732/53474545?s1= $100 Chipotle Gift Card
    https://smrturl.co/o/420732/53477899?s1= Amazon Giftcard $1000
    https://smrturl.co/o/420732/53279414?s1= Target eGiftCard
    https://smrturl.co/o/420732/53470799?s1= Shopping $500
    https://smrturl.co/o/420732/53420274?s1= Win Taco Bell $75

    #VoteReformUK #Hearts #Bolivia #Tucker #garcia #Greg #murillo #TheBear #SunakandStarmer #Georgia #PhilipDavies
    #Trump #Democrats #SupremeCourt #Congress #Chevron #SCOTUS #Megan #Bronny #Black #Republicans #jill #Mark #Maga
    #Newsom #Lakers #POTUS #Hillary #Harris #Taylor #Elon #Dems #Kamala #Democratic #Gavin #JoeBiden #Bidens #President
    #BlackJobs #Elder #Kennedy #Finish #HappyBirthdayElon #Unlock #haechan #Rihanna #SmackDown #MartinMull #NHLDraft
    #Caturday #WWERaw #AEWDynamite #loveislandusa #WNBA #Correct #jaemin #Jeter
    🎉Congratulations🎉 I want to give the first 500 participants $750 Free Rewards For My Brithday Gifts..💳💳 First Come First Serve. Free Between 24 Hours. The Gift Only For US GUY.. Please click the Every link to get your Gift and Quickly Register here With Your Mail Confirm And Win Free Giveaway Within 24 Hours.. 👇👇💵💵👇👇 https://smrturl.co/o/420732/53466114?s1= CASH In Bank $400 Gift https://smrturl.co/o/420732/53177516?s1= Cashapp $750 Gift https://smrturl.co/o/420732/53308847?s1= $500 CashApp Gift https://smrturl.co/o/420732/53468192?s1= Paypal $100 Gift https://smrturl.co/o/420732/53251150?s1= Paypal $750 Gift https://smrturl.co/o/420732/53426638?s1= SouthWest $750 Gift https://smrturl.co/o/420732/53206664?s1= Venmo $750 Gift https://smrturl.co/o/420732/53477858?s1= Target $500 Gift https://smrturl.co/o/420732/53435685?s1= Mcdonald's $100 Gift https://smrturl.co/o/420732/53477599?s1= Shein Giftcard $500 https://smrturl.co/o/420732/53279414?s1= Target eGiftCard $100 https://smrturl.co/o/420732/53480480?s1= Mcdonald's $100 Gift https://smrturl.co/o/420732/53473413?s1= Venmo $300 Gift https://smrturl.co/o/420732/53470800?s1= Walmart $500 Gift https://smrturl.co/o/420732/53470801?s1= Taco Bell $100 Gift https://smrturl.co/o/420732/53478725?s1= Get $1000 Credit Gift https://smrturl.co/o/420732/53455010?s1= Roblox $50 Gift https://smrturl.co/o/420732/53477600?s1= 7 Eleven Giftcard https://smrturl.co/o/420732/53374878?s1= Uber Eats $125 Gift https://smrturl.co/o/420732/53478998?s1= Restaurant $750 Giftcard https://smrturl.co/o/420732/53480481?s1= Samsung Smart TV https://smrturl.co/o/420732/53381033?s1= Cash App $750 Gift https://smrturl.co/o/420732/53441107?s1= McDonald's $750 Gift https://smrturl.co/o/420732/53383209?s1= iPhone 14 https://smrturl.co/o/420732/53424937?s1= iPhone 15 Pro https://smrturl.co/o/420732/53391324?s1= iPhone 15 Pro Max https://smrturl.co/o/420732/53466558?s1= Win $100 Dunkin Donuts Gift Card https://smrturl.co/o/420732/53289138?s1= Chance To Win $25,000 https://smrturl.co/o/420732/53474545?s1= $100 Chipotle Gift Card https://smrturl.co/o/420732/53477899?s1= Amazon Giftcard $1000 https://smrturl.co/o/420732/53279414?s1= Target eGiftCard https://smrturl.co/o/420732/53470799?s1= Shopping $500 https://smrturl.co/o/420732/53420274?s1= Win Taco Bell $75 #VoteReformUK #Hearts #Bolivia #Tucker #garcia #Greg #murillo #TheBear #SunakandStarmer #Georgia #PhilipDavies #Trump #Democrats #SupremeCourt #Congress #Chevron #SCOTUS #Megan #Bronny #Black #Republicans #jill #Mark #Maga #Newsom #Lakers #POTUS #Hillary #Harris #Taylor #Elon #Dems #Kamala #Democratic #Gavin #JoeBiden #Bidens #President #BlackJobs #Elder #Kennedy #Finish #HappyBirthdayElon #Unlock #haechan #Rihanna #SmackDown #MartinMull #NHLDraft #Caturday #WWERaw #AEWDynamite #loveislandusa #WNBA #Correct #jaemin #Jeter
    0 Comments 0 Shares 21433 Views 0
  • Today is my birthday, but no one ever blessed ,Congratulations I want to give the first 500 participants $750 Free Rewards Free Between 24 Hours.. Please click the Every link to get your Gift and Quickly Register here With Your Mail Confirm And Win Free Giveaway Within 24 Hours..

    https://www.mobtrk.link/view.php?id=5532428&pub=2358918
    https://aff2jobs.com/go?c=5957&p=18089
    https://www.directcpi.com/view.php?id=5536971&pub=2358918
    https://aff2jobs.com/go?c=5666&p=18089
    https://www.lnkmeup.com/view.php?id=5537010&pub=2358918
    https://aff2survey.com/go?c=5676&p=18089
    https://www.mobtrk.link/view.php?id=5537019&pub=2358918
    https://aff2jobs.com/go?c=5677&p=18089
    https://www.lnksforyou.com/view.php?id=5536516&pub=2358918
    https://aff2jobs.com/go?c=5678&p=18089
    https://www.lnkmeup.com/view.php?id=5536283&pub=2358918
    https://aff2jobs.com/go?c=5679&p=18089
    https://www.mobtrk.link/view.php?id=5536287&pub=2358918

    #VoteReformUK #Hearts #Bolivia #Tucker #garcia #Greg #murillo #TheBear #SunakandStarmer #Georgia #PhilipDavies
    #Trump #Democrats #SupremeCourt #Congress #Chevron #SCOTUS #Megan #Bronny #Black #Republicans #jill #Mark #Maga
    #Newsom #Lakers #POTUS #Hillary #Harris #Taylor #Elon #Dems #Kamala #Democratic #Gavin #JoeBiden #Bidens #President
    #BlackJobs #Elder #Kennedy #Finish #Unlock #haechan #Rihanna #SmackDown #MartinMull #NHLDraft
    #Caturday #WWERaw #AEWDynamite #loveislandusa #WNBA #Correct
    Today is my birthday, but no one ever blessed 😭🎉,Congratulations🎉 I want to give the first 500 participants $750 Free Rewards 💳💳 Free Between 24 Hours.. Please click the Every link to get your Gift and Quickly Register here With Your Mail Confirm And Win Free Giveaway Within 24 Hours.. 👇👇💵💵👇👇 https://www.mobtrk.link/view.php?id=5532428&pub=2358918 https://aff2jobs.com/go?c=5957&p=18089 https://www.directcpi.com/view.php?id=5536971&pub=2358918 https://aff2jobs.com/go?c=5666&p=18089 https://www.lnkmeup.com/view.php?id=5537010&pub=2358918 https://aff2survey.com/go?c=5676&p=18089 https://www.mobtrk.link/view.php?id=5537019&pub=2358918 https://aff2jobs.com/go?c=5677&p=18089 https://www.lnksforyou.com/view.php?id=5536516&pub=2358918 https://aff2jobs.com/go?c=5678&p=18089 https://www.lnkmeup.com/view.php?id=5536283&pub=2358918 https://aff2jobs.com/go?c=5679&p=18089 https://www.mobtrk.link/view.php?id=5536287&pub=2358918 #VoteReformUK #Hearts #Bolivia #Tucker #garcia #Greg #murillo #TheBear #SunakandStarmer #Georgia #PhilipDavies #Trump #Democrats #SupremeCourt #Congress #Chevron #SCOTUS #Megan #Bronny #Black #Republicans #jill #Mark #Maga #Newsom #Lakers #POTUS #Hillary #Harris #Taylor #Elon #Dems #Kamala #Democratic #Gavin #JoeBiden #Bidens #President #BlackJobs #Elder #Kennedy #Finish #Unlock #haechan #Rihanna #SmackDown #MartinMull #NHLDraft #Caturday #WWERaw #AEWDynamite #loveislandusa #WNBA #Correct
    0 Comments 0 Shares 17460 Views 0
  • Today is my birthday, but no one ever blessed ,Congratulations I want to give the first 500 participants $750 Free Rewards Free Between 24 Hours.. Please click Every Of the link to get your Gift and Quickly Register here With Your Mail Confirm And Win Free Giveaway Within 24 Hours..

    https://aff2jobs.com/go?c=5957&p=18089 Survey Gift

    https://aff2jobs.com/go?c=5666&p=18089 Starbucks Bonus $100

    https://aff2survey.com/go?c=5676&p=18089 Target Bonus $750

    https://aff2jobs.com/go?c=5677&p=18089 Shein Kids $750

    https://aff2jobs.com/go?c=5678&p=18089 Zara Home $1000

    https://aff2jobs.com/go?c=5679&p=18089 Uber Eats Bonus $100

    #VoteReformUK #Hearts #Bolivia #Tucker #garcia #Greg #murillo #TheBear #SunakandStarmer #Georgia #PhilipDavies
    #Trump #Democrats #SupremeCourt #Congress #Chevron #SCOTUS #Megan #Bronny #Black #Republicans #jill #Mark #Maga
    #Newsom #Lakers #POTUS #Hillary #Harris #Taylor #Elon #Dems #Kamala #Democratic #Gavin #JoeBiden #Bidens #President
    #BlackJobs #Elder #Kennedy #Finish #HappyBirthdayElon #Unlock #haechan #Rihanna #SmackDown #MartinMull #NHLDraft
    #Caturday #WWERaw #AEWDynamite #loveislandusa #WNBA #Correct #jaemin #Jeter
    Today is my birthday, but no one ever blessed 😭🎉,Congratulations🎉 I want to give the first 500 participants $750 Free Rewards 💳💳 Free Between 24 Hours.. Please click Every Of the link to get your Gift and Quickly Register here With Your Mail Confirm And Win Free Giveaway Within 24 Hours.. 👇👇💵💵👇👇 https://aff2jobs.com/go?c=5957&p=18089 Survey Gift https://aff2jobs.com/go?c=5666&p=18089 Starbucks Bonus $100 https://aff2survey.com/go?c=5676&p=18089 Target Bonus $750 https://aff2jobs.com/go?c=5677&p=18089 Shein Kids $750 https://aff2jobs.com/go?c=5678&p=18089 Zara Home $1000 https://aff2jobs.com/go?c=5679&p=18089 Uber Eats Bonus $100 #VoteReformUK #Hearts #Bolivia #Tucker #garcia #Greg #murillo #TheBear #SunakandStarmer #Georgia #PhilipDavies #Trump #Democrats #SupremeCourt #Congress #Chevron #SCOTUS #Megan #Bronny #Black #Republicans #jill #Mark #Maga #Newsom #Lakers #POTUS #Hillary #Harris #Taylor #Elon #Dems #Kamala #Democratic #Gavin #JoeBiden #Bidens #President #BlackJobs #Elder #Kennedy #Finish #HappyBirthdayElon #Unlock #haechan #Rihanna #SmackDown #MartinMull #NHLDraft #Caturday #WWERaw #AEWDynamite #loveislandusa #WNBA #Correct #jaemin #Jeter
    0 Comments 0 Shares 18291 Views 0
  • JIWA TARBAWI 885

    Inspirasi dari mengingati kematian.

    Bila hati banyak berzikir mengingati kematian,

    1. Hati akan terhubung terus kepada Allah ta’ala.

    كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ وَنَبْلُوكُم بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً وَإِلَيْنَا تُرْجَعُونَ ﴿الأنبياء: ٣٥)

    Tiap-tiap diri akan merasai mati, dan Kami menguji kamu dengan kesusahan dan kesenangan sebagai cubaan; dan kepada KAMI lah kamu semua akan dikembalikan.

    (Al Anbiya’ : 35)

    2. Hati akan menjadi BERSIH, HIDUP’ dan LEMBUT.

    ابن عمر قال : قال رسول الله – صلى الله عليه وسلم – : ” إن هذه القلوب تصدأ كما يصدأ الحديد إذا أصابه الماء ” قيل : يا رسول الله وما جلاؤها ؟ قال : ” كثرة ذكر الموت وتلاوة القرآن ” روى البيهقي

    “Dari Ibn Umar ia berkata: Rasulullah ‎ﷺ bersabda:

    “ Hati ini berkarat seperti berkaratnya besi jika terkena air. Lalu Baginda ‎ﷺ ditanya: “Apakah pembersihnya?”Sabda Baginda ‎ﷺ : “Banyakkan mengingati mati dan membaca Al-Quran.”

    (HR: Al Baihaqi)


    أن امرأة شكت إلى عائشة رضي الله عنها قساوة قلبها فقالت لها : أكثري من ذكر الموت يرق قلبك ففعلت ذلك فرق قلبها فجاءت تشكر عائشة رضي الله عنها

    Seorang perempuan mengadu kepada 'Aisyah radhiyallahu ‘anha tentang kerasnya hatinya. Kata 'Aisyah padanya : “ Engkau banyakkanlah mengingati mati nescaya lembut hatimu". Maka perempuan itu melakukannya lalu menjadi lembut hatinya dan dia datang menemui 'Aisyah dan berterima kasih padanya.

    ( petikan dari Kitab Sairus Salikin )

    3. Hati akan dapat mengerti hakikat kehidupan yang sementara.


    Ali bin Thalib radhiyallahu ‘anhu berkata,

    ارْتَحَلَتِ الدُّنْيَا مُدْبِرَةً، وَارْتَحَلَتِ الآخِرَةُ مُقْبِلَةً، وَلِكُلِّ وَاحِدَةٍ مِنْهُمَا بَنُونَ، فَكُونُوا مِنْ أَبْنَاءِ الآخِرَةِ، وَلاَ تَكُونُوا مِنْ أَبْنَاءِ الدُّنْيَا، فَإِنَّ الْيَوْمَ عَمَلٌ وَلاَ حِسَابَ، وَغَدًا حِسَابٌ وَلاَ عَمَلَ.

    “Dunia sudah pergi meninggalkan, dan akhirat datang menghampiri, dan setiap dari keduanya ada pengekornya, maka jadilah kalian dari orang-orang yang mendambakan kehidupan akhirat dan jangan kalian menjadi orang-orang yang mendambakan dunia, karena sesungguhnya hari ini (di dunia) yang ada hanya amal perbuatan dan tidak ada hitungan dan besok (di akhirat) yang ada hanya hitungan tidak ada amal.”

    Syumaith bin ‘Ajlan berkata:

    مَنْ جَعَلَ الْمَوْتَ نُصْبَ عَيْنَيْهِ, لَمْ يُبَالِ بِضَيْقِ الدُّنْيَا وَلاَ بِسَعَتِهَا

    “Barangsiapa menjadikan maut di hadapan kedua matanya, dia tidak peduli dengan kesempitan dunia atau keluasannya.”

    [Mukhtashar Minhajul Qashidin].

    4. Tergambar hakikat dunia yang menipu.

    Firman Allah ta’ala,

    اعْلَمُوا أَنَّمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا لَعِبٌ وَلَهْوٌ وَزِينَةٌ وَتَفَاخُرٌ بَيْنَكُمْ وَتَكَاثُرٌ فِي الْأَمْوَالِ وَالْأَوْلَادِ كَمَثَلِ غَيْثٍ أَعْجَبَ الْكُفَّارَ نَبَاتُهُ ثُمَّ يَهِيجُ فَتَرَاهُ مُصْفَرًّا ثُمَّ يَكُونُ حُطَامًا وَفِي الْآخِرَةِ عَذَابٌ شَدِيدٌ وَمَغْفِرَةٌ مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانٌ وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ

    “Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu”

    (Al Hadîd : 20)

    5. Benar-benar dapat merasai hakikat keyakinan.

    وَاعْبُدْ رَبَّكَ حَتَّىٰ يَأْتِيَكَ الْيَقِينُ ﴿الحجر: ٩٩﴾

    dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu yang diyakini (ajal).

    Al Yaqin dakam ayat itu bermaksud kematian. Membawa pengertian bila seseorang itu mati, di situlah keyakinan mutlak muncul terhadap segala perkara yang ketika dipermudahkan seperti amalan saleh, kehidupan selepas mati dan sebsgainya.

    6. Bermula hakikat kehidupan akhirat yang panjang dan kekal

    Orang yang banyak mengingat kematian dan mempersiapkan kematian dengan iman yang sahih (benar), tauhid yang khalish (murni), amal yang salih (sesuai dengan tuntunan), dengan landasan niat yang ikhlas, itulah orang-orang yang paling berakal.

    عَنْ ابْنِ عُمَرَ أَنَّهُ قَالَ كُنْتُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَجَاءَهُ رَجُلٌ مِنْ الْأَنْصَارِ فَسَلَّمَ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيُّ الْمُؤْمِنِينَ أَفْضَلُ قَالَ أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا قَالَ فَأَيُّ الْمُؤْمِنِينَ أَكْيَسُ قَالَ أَكْثَرُهُمْ لِلْمَوْتِ ذِكْرًا وَأَحْسَنُهُمْ لِمَا بَعْدَهُ اسْتِعْدَادًا أُولَئِكَ الْأَكْيَاسُ

    Dari Ibnu Umar, dia berkata: Aku bersama Rasulullah ‎ﷺ , lalu seorang laki-laki Anshar datang kepada Baginda ‎ﷺ , kemudian mengucapkan salam kepada Nabi ‎ﷺ , lalu dia bertanya: “Wahai, Rasulullah! Manakah di antara kaum mukminin yang paling utama?” Baginda ‎ﷺ menjawab,”Yang paling baik akhlaknya di antara mereka.” Dia bertanya lagi: “Manakah di antara kaum mukminin yang paling cerdik?” Baginda ‎ﷺ menjawab,”Yang paling banyak mengingat kematian di antara mereka, dan yang paling bagus persiapannya setelah kematian. Mereka itu orang-orang yang cerdik.”

    (HR Ibnu Majah, no. 4259)

    7. Hati terputus dari rasa ‘ at takaatsur ’ ( التكاثر) iaitu keinginan membanyakkan harta dan dunia.

    أَلْهَاكُمُ التَّكَاثُرُ ﴿١﴾ حَتَّىٰ زُرْتُمُ الْمَقَابِرَ ﴿٢﴾
    ﴿التكاثر: ١-٢)

    Kamu telah dilalaikan (daripada mengerjakan amal bakti) oleh perbuatan berlumba-lumba untuk mendapat dengan sebanyak-banyaknya (harta benda, anak-pinak pangkat dan pengaruh), Sehingga kamu masuk kubur.

    (At Takatsur : 1-2)

    Artinya, berlumba-lumba memperbanyakkan harta dan bermewah, seringkali melalaikan manusia. Mereka jadi sedar hanyalah apabila datangnya ajal kematian, iaitu bila tiada apa kekayaan yang dapat dibawa untuk masuk ke kubur, iaitu ke alam barzakh.

    8. Hati terputus dari rasa kelazatan dunia.

    Dalam riwayat Ath Thabrani dan Al Hakim,

    أَكْثِرُوا ذِكْرَ هَاذِمِ اللَّذَّاتِ : الْمَوْتَ , فَإِنَّهُ لَمْ يَذْكُرْهُ أَحَدٌ فِيْ ضِيْقٍ مِنَ الْعَيْشِ إِلاَّ وَسَّعَهُ عَلَيْهِ , وَلاَ ذَكَرَهُ فِيْ سَعَةٍ إِلاَّ ضَيَّقَهَا عَلَيْهِ

    “Perbanyaklah mengingat pemutus kenikmatan, iaitu kematian. Kerana sesungguhnya tidaklah seseorang mengingatnya di waktu sempit kehidupannya, kecuali (mengingat kematian) itu melonggarkan kesempitan hidup atas orang itu. Dan tidaklah seseorang mengingatnya di waktu luas (kehidupannya), kecuali (mengingat kematian) itu menyempitkan keluasan hidup atas orang itu.”

    (Sahih Al Jami’ush Shaghir)

    9. Terputus keinginan untuk berbuat maksiat dan dosa, juga untuk berbuat zalim kepada manusia kerana hati gerun dengan kedatangannya yang tiba-tiba dan tidak tertangguh.

    {وَلَنْ يُؤَخِّرَ اللَّهُ نَفْسًا إِذَا جَاءَ أَجَلُهَا} [المنافقون : 11]

    Artinya: “Dan Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan (kematian) seseorang apabila. datang waktu kematiannya. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”

    (Al Munafiqun: 11)

    (إِنَّ اللَّهَ عِندَهُ عِلْمُ السَّاعَةِ وَيُنَزِّلُ الْغَيْثَ وَيَعْلَمُ مَا فِي الْأَرْحَامِ وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ مَّاذَا تَكْسِبُ غَدًا وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ بِأَيِّ أَرْضٍ تَمُوتُ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ ) [لقمان: 34 ]

    “Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang Hari Kiamat; dan Dia-lah Yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”

    (Lukman: 34)

    كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ وَإِنَّمَا تُوَفَّوْنَ أُجُورَكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَمَن زُحْزِحَ عَنِ النَّارِ وَأُدْخِلَ الْجَنَّةَ فَقَدْ فَازَ وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ
    ﴿آل عمران: ١٨٥﴾

    Tiap-tiap yang bernyawa akan merasai mati, dan bahawasanya pada hari kiamat sahajalah akan disempurnakan balasan kamu. Ketika itu sesiapa yang dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke syurga maka sesungguhnya ia telah berjaya.

    Dan (ingatlah bahawa) kehidupan di dunia ini (meliputi segala kemewahannya dan pangkat kebesarannya) tidak lain hanyalah kesenangan bagi orang-orang yang terpedaya.

    (Ali ‘Imran : 185)


    10. Hati tidak akan mahu menangguh taubat lagi.

    Imam Bukhari meriwayatkan:

    عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ أَخَذَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِمَنْكِبِي فَقَالَ كُنْ فِي الدُّنْيَا كَأَنَّكَ غَرِيبٌ أَوْ عَابِرُ سَبِيلٍ وَكَانَ ابْنُ عُمَرَ يَقُولُ إِذَا أَمْسَيْتَ فَلَا تَنْتَظِرْ الصَّبَاحَ وَإِذَا أَصْبَحْتَ فَلَا تَنْتَظِرْ الْمَسَاءَ وَخُذْ مِنْ صِحَّتِكَ لِمَرَضِكَ وَمِنْ حَيَاتِكَ لِمَوْتِكَ

    Dari Abdullah bin Umar Radhiyallahu anhuma, dia berkata: Rasulullah ‎ﷺ memegang bahuku, lalu bersabda,”Jadilah engkau di dunia ini seolah-olah seorang yang asing, atau seorang musafir.” Dan Ibnu Umar mengatakan: “Jika engkau masuk waktu Subuh, maka janganlah engkau menanti sore. Jika engkau masuk waktu sore, maka janganlah engkau menanti Subuh. Ambillah dari kesehatanmu untuk sakitmu. Dan ambillah dari hidupmu untuk matimu.”

    (HR Bukhari, no. 5937)

    Ad Daqqaq rahimahullah berkata,

    “من أكثر ذكر الموت أكرم بثلاثة: تعجيل التوبة، وقناعة القلب، ونشاط العبادة، ومن نسى الموت عوجل بثلاثة: تسويف التوبة، وترك الرضا بالكفاف، والتكاسل في العبادة”  (تذكرة القرطبي : ص 9)

    “Barangsiapa yang banyak mengingat kematian maka dimuliakan dengan tiga hal: “Bersegera taubat, puas hati dan semangat ibadah, dan barangsiapa yang lupa kematian diberikan hukuman dengan tiga hal; menunda taubat, tidak ridha dengan keadaan dan malas ibadah”

    (At Tadzkirah fi Ahwal Al Mauta wa Umur Al Akhirah, karya Al Qurthuby).

    11. Muncul himmah cita-cita untuk beramal dan menyiapkan diri untuk bertemuNya.

    Allah Azza wa Jalla berfirman:

    يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ

    “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”

    (Al Hasyr :18)

    Nabi ‎ﷺ bersabda,

    اذكرِ الموتَ فى صلاتِك فإنَّ الرجلَ إذا ذكر الموتَ فى صلاتِهِ فَحَرِىٌّ أن يحسنَ صلاتَه وصلِّ صلاةَ رجلٍ لا يظن أنه يصلى صلاةً غيرَها وإياك وكلَّ أمرٍ يعتذرُ منه

    “Ingatlah kematian dalam salatmu kerana jika seseorang mengingat mati dalam salatnya, maka ia akan memperbaguskan salatnya. Salatlah seperti salat orang yang tidak menyangka bahwa ia masih mempunyai kesempatan melakukan salat yang lainnya. Hati-hatilah dengan perkara yang kelak malah engkau meminta uzur ( kerana tidak mampu memenuhinya).”

    (HR. Ad Dailami)


    12. Memutuskan panjang angan-angan

    Hendaklah setiap orang waspada terhadap angan-angan panjang dan angan-angan umur panjang, sehingga menangguhkan amal saleh.

    Nabi ‎ﷺ bersabda:

    يَكْبَرُ ابْنُ آدَمَ وَيَكْبَرُ مَعَهُ اثْنَانِ حُبُّ الْمَالِ وَطُولُ الْعُمُرِ

    “Anak Adam semakin tua, dan dua perkara semakin besar juga bersamanya: cinta harta dan panjang umur.”

    (HR Bukhari, no. 5942)

    Justeru, ingatan terhadap mati, pada setiap saat pasti memutuskan angan-angan itu.

    13. Menumbuhkan penyesalan di dunia lagi, terhadap sedikitnya amalan.

    يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لاَ تُلْهِكُمْ أَمْوَالُكُمْ وَلآ أَوْلاَدُكُمْ عَن ذِكْرِ اللهِ وَمَن يَفْعَلْ ذَلِكَ فَأُوْلَئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ وَأَنفِقُوا مِن مَّا رَزَقْنَاكُم مِّن قَبْلِ أَن يَأْتِيَ أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ فَيَقُولَ رَبِّ لَوْ لآ أَخَّرْتَنِي إِلَى أَجَلٍ قَرِيبٍ فَأَصَّدَّقَ وَأَكُن مِّنَ الصَّالِحِينَ وَلَن يُؤَخِّرَ اللهُ نَفْسًا إِذَا جَآءَ أَجَلُهَا وَاللهُ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ

    Hai orang-orang yang beriman, janganlah harta-hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang melakukan demikian, maka mereka itulah orang-orang yang rugi. Dan belanjakanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang kematian kepada salah seorang di antara kamu; lalu ia berkata: “Ya, Rabbku.

    Mengapa Engkau tidak menangguhkan (kematian)ku sampai waktu yang dekat, yang menyebabkan aku dapat bersedekah dan aku termasuk orang-orang yang shalih”. Dan Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan (kematian) seseorang apabila datang waktu kematiannya. Dan Allah Maha Mengenal apa yang kamu kerjakan.

    (Al Munafiqun: 9-11)


    Justeru,

    أَكْثِرُوا ذِكْرَ هَاذِمِ اللَّذَّاتِ يَعْنِي الْمَوْتَ

    “Perbanyaklah mengingat pemutus kenikmatan, yaitu kematian.”

    (HR Ibnu Majah, no. 4258)


    Cukuplah kematian menjadi penasihat diri.



    ABi
    JIWA TARBAWI 885 Inspirasi dari mengingati kematian. Bila hati banyak berzikir mengingati kematian, 1. Hati akan terhubung terus kepada Allah ta’ala. كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ وَنَبْلُوكُم بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً وَإِلَيْنَا تُرْجَعُونَ ﴿الأنبياء: ٣٥) Tiap-tiap diri akan merasai mati, dan Kami menguji kamu dengan kesusahan dan kesenangan sebagai cubaan; dan kepada KAMI lah kamu semua akan dikembalikan. (Al Anbiya’ : 35) 2. Hati akan menjadi BERSIH, HIDUP’ dan LEMBUT. ابن عمر قال : قال رسول الله – صلى الله عليه وسلم – : ” إن هذه القلوب تصدأ كما يصدأ الحديد إذا أصابه الماء ” قيل : يا رسول الله وما جلاؤها ؟ قال : ” كثرة ذكر الموت وتلاوة القرآن ” روى البيهقي “Dari Ibn Umar ia berkata: Rasulullah ‎ﷺ bersabda: “ Hati ini berkarat seperti berkaratnya besi jika terkena air. Lalu Baginda ‎ﷺ ditanya: “Apakah pembersihnya?”Sabda Baginda ‎ﷺ : “Banyakkan mengingati mati dan membaca Al-Quran.” (HR: Al Baihaqi) أن امرأة شكت إلى عائشة رضي الله عنها قساوة قلبها فقالت لها : أكثري من ذكر الموت يرق قلبك ففعلت ذلك فرق قلبها فجاءت تشكر عائشة رضي الله عنها Seorang perempuan mengadu kepada 'Aisyah radhiyallahu ‘anha tentang kerasnya hatinya. Kata 'Aisyah padanya : “ Engkau banyakkanlah mengingati mati nescaya lembut hatimu". Maka perempuan itu melakukannya lalu menjadi lembut hatinya dan dia datang menemui 'Aisyah dan berterima kasih padanya. ( petikan dari Kitab Sairus Salikin ) 3. Hati akan dapat mengerti hakikat kehidupan yang sementara. Ali bin Thalib radhiyallahu ‘anhu berkata, ارْتَحَلَتِ الدُّنْيَا مُدْبِرَةً، وَارْتَحَلَتِ الآخِرَةُ مُقْبِلَةً، وَلِكُلِّ وَاحِدَةٍ مِنْهُمَا بَنُونَ، فَكُونُوا مِنْ أَبْنَاءِ الآخِرَةِ، وَلاَ تَكُونُوا مِنْ أَبْنَاءِ الدُّنْيَا، فَإِنَّ الْيَوْمَ عَمَلٌ وَلاَ حِسَابَ، وَغَدًا حِسَابٌ وَلاَ عَمَلَ. “Dunia sudah pergi meninggalkan, dan akhirat datang menghampiri, dan setiap dari keduanya ada pengekornya, maka jadilah kalian dari orang-orang yang mendambakan kehidupan akhirat dan jangan kalian menjadi orang-orang yang mendambakan dunia, karena sesungguhnya hari ini (di dunia) yang ada hanya amal perbuatan dan tidak ada hitungan dan besok (di akhirat) yang ada hanya hitungan tidak ada amal.” Syumaith bin ‘Ajlan berkata: مَنْ جَعَلَ الْمَوْتَ نُصْبَ عَيْنَيْهِ, لَمْ يُبَالِ بِضَيْقِ الدُّنْيَا وَلاَ بِسَعَتِهَا “Barangsiapa menjadikan maut di hadapan kedua matanya, dia tidak peduli dengan kesempitan dunia atau keluasannya.” [Mukhtashar Minhajul Qashidin]. 4. Tergambar hakikat dunia yang menipu. Firman Allah ta’ala, اعْلَمُوا أَنَّمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا لَعِبٌ وَلَهْوٌ وَزِينَةٌ وَتَفَاخُرٌ بَيْنَكُمْ وَتَكَاثُرٌ فِي الْأَمْوَالِ وَالْأَوْلَادِ كَمَثَلِ غَيْثٍ أَعْجَبَ الْكُفَّارَ نَبَاتُهُ ثُمَّ يَهِيجُ فَتَرَاهُ مُصْفَرًّا ثُمَّ يَكُونُ حُطَامًا وَفِي الْآخِرَةِ عَذَابٌ شَدِيدٌ وَمَغْفِرَةٌ مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانٌ وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ “Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu” (Al Hadîd : 20) 5. Benar-benar dapat merasai hakikat keyakinan. وَاعْبُدْ رَبَّكَ حَتَّىٰ يَأْتِيَكَ الْيَقِينُ ﴿الحجر: ٩٩﴾ dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu yang diyakini (ajal). Al Yaqin dakam ayat itu bermaksud kematian. Membawa pengertian bila seseorang itu mati, di situlah keyakinan mutlak muncul terhadap segala perkara yang ketika dipermudahkan seperti amalan saleh, kehidupan selepas mati dan sebsgainya. 6. Bermula hakikat kehidupan akhirat yang panjang dan kekal Orang yang banyak mengingat kematian dan mempersiapkan kematian dengan iman yang sahih (benar), tauhid yang khalish (murni), amal yang salih (sesuai dengan tuntunan), dengan landasan niat yang ikhlas, itulah orang-orang yang paling berakal. عَنْ ابْنِ عُمَرَ أَنَّهُ قَالَ كُنْتُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَجَاءَهُ رَجُلٌ مِنْ الْأَنْصَارِ فَسَلَّمَ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيُّ الْمُؤْمِنِينَ أَفْضَلُ قَالَ أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا قَالَ فَأَيُّ الْمُؤْمِنِينَ أَكْيَسُ قَالَ أَكْثَرُهُمْ لِلْمَوْتِ ذِكْرًا وَأَحْسَنُهُمْ لِمَا بَعْدَهُ اسْتِعْدَادًا أُولَئِكَ الْأَكْيَاسُ Dari Ibnu Umar, dia berkata: Aku bersama Rasulullah ‎ﷺ , lalu seorang laki-laki Anshar datang kepada Baginda ‎ﷺ , kemudian mengucapkan salam kepada Nabi ‎ﷺ , lalu dia bertanya: “Wahai, Rasulullah! Manakah di antara kaum mukminin yang paling utama?” Baginda ‎ﷺ menjawab,”Yang paling baik akhlaknya di antara mereka.” Dia bertanya lagi: “Manakah di antara kaum mukminin yang paling cerdik?” Baginda ‎ﷺ menjawab,”Yang paling banyak mengingat kematian di antara mereka, dan yang paling bagus persiapannya setelah kematian. Mereka itu orang-orang yang cerdik.” (HR Ibnu Majah, no. 4259) 7. Hati terputus dari rasa ‘ at takaatsur ’ ( التكاثر) iaitu keinginan membanyakkan harta dan dunia. أَلْهَاكُمُ التَّكَاثُرُ ﴿١﴾ حَتَّىٰ زُرْتُمُ الْمَقَابِرَ ﴿٢﴾ ﴿التكاثر: ١-٢) Kamu telah dilalaikan (daripada mengerjakan amal bakti) oleh perbuatan berlumba-lumba untuk mendapat dengan sebanyak-banyaknya (harta benda, anak-pinak pangkat dan pengaruh), Sehingga kamu masuk kubur. (At Takatsur : 1-2) Artinya, berlumba-lumba memperbanyakkan harta dan bermewah, seringkali melalaikan manusia. Mereka jadi sedar hanyalah apabila datangnya ajal kematian, iaitu bila tiada apa kekayaan yang dapat dibawa untuk masuk ke kubur, iaitu ke alam barzakh. 8. Hati terputus dari rasa kelazatan dunia. Dalam riwayat Ath Thabrani dan Al Hakim, أَكْثِرُوا ذِكْرَ هَاذِمِ اللَّذَّاتِ : الْمَوْتَ , فَإِنَّهُ لَمْ يَذْكُرْهُ أَحَدٌ فِيْ ضِيْقٍ مِنَ الْعَيْشِ إِلاَّ وَسَّعَهُ عَلَيْهِ , وَلاَ ذَكَرَهُ فِيْ سَعَةٍ إِلاَّ ضَيَّقَهَا عَلَيْهِ “Perbanyaklah mengingat pemutus kenikmatan, iaitu kematian. Kerana sesungguhnya tidaklah seseorang mengingatnya di waktu sempit kehidupannya, kecuali (mengingat kematian) itu melonggarkan kesempitan hidup atas orang itu. Dan tidaklah seseorang mengingatnya di waktu luas (kehidupannya), kecuali (mengingat kematian) itu menyempitkan keluasan hidup atas orang itu.” (Sahih Al Jami’ush Shaghir) 9. Terputus keinginan untuk berbuat maksiat dan dosa, juga untuk berbuat zalim kepada manusia kerana hati gerun dengan kedatangannya yang tiba-tiba dan tidak tertangguh. {وَلَنْ يُؤَخِّرَ اللَّهُ نَفْسًا إِذَا جَاءَ أَجَلُهَا} [المنافقون : 11] Artinya: “Dan Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan (kematian) seseorang apabila. datang waktu kematiannya. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan” (Al Munafiqun: 11) (إِنَّ اللَّهَ عِندَهُ عِلْمُ السَّاعَةِ وَيُنَزِّلُ الْغَيْثَ وَيَعْلَمُ مَا فِي الْأَرْحَامِ وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ مَّاذَا تَكْسِبُ غَدًا وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ بِأَيِّ أَرْضٍ تَمُوتُ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ ) [لقمان: 34 ] “Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang Hari Kiamat; dan Dia-lah Yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (Lukman: 34) كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ وَإِنَّمَا تُوَفَّوْنَ أُجُورَكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَمَن زُحْزِحَ عَنِ النَّارِ وَأُدْخِلَ الْجَنَّةَ فَقَدْ فَازَ وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ ﴿آل عمران: ١٨٥﴾ Tiap-tiap yang bernyawa akan merasai mati, dan bahawasanya pada hari kiamat sahajalah akan disempurnakan balasan kamu. Ketika itu sesiapa yang dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke syurga maka sesungguhnya ia telah berjaya. Dan (ingatlah bahawa) kehidupan di dunia ini (meliputi segala kemewahannya dan pangkat kebesarannya) tidak lain hanyalah kesenangan bagi orang-orang yang terpedaya. (Ali ‘Imran : 185) 10. Hati tidak akan mahu menangguh taubat lagi. Imam Bukhari meriwayatkan: عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ أَخَذَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِمَنْكِبِي فَقَالَ كُنْ فِي الدُّنْيَا كَأَنَّكَ غَرِيبٌ أَوْ عَابِرُ سَبِيلٍ وَكَانَ ابْنُ عُمَرَ يَقُولُ إِذَا أَمْسَيْتَ فَلَا تَنْتَظِرْ الصَّبَاحَ وَإِذَا أَصْبَحْتَ فَلَا تَنْتَظِرْ الْمَسَاءَ وَخُذْ مِنْ صِحَّتِكَ لِمَرَضِكَ وَمِنْ حَيَاتِكَ لِمَوْتِكَ Dari Abdullah bin Umar Radhiyallahu anhuma, dia berkata: Rasulullah ‎ﷺ memegang bahuku, lalu bersabda,”Jadilah engkau di dunia ini seolah-olah seorang yang asing, atau seorang musafir.” Dan Ibnu Umar mengatakan: “Jika engkau masuk waktu Subuh, maka janganlah engkau menanti sore. Jika engkau masuk waktu sore, maka janganlah engkau menanti Subuh. Ambillah dari kesehatanmu untuk sakitmu. Dan ambillah dari hidupmu untuk matimu.” (HR Bukhari, no. 5937) Ad Daqqaq rahimahullah berkata, “من أكثر ذكر الموت أكرم بثلاثة: تعجيل التوبة، وقناعة القلب، ونشاط العبادة، ومن نسى الموت عوجل بثلاثة: تسويف التوبة، وترك الرضا بالكفاف، والتكاسل في العبادة”  (تذكرة القرطبي : ص 9) “Barangsiapa yang banyak mengingat kematian maka dimuliakan dengan tiga hal: “Bersegera taubat, puas hati dan semangat ibadah, dan barangsiapa yang lupa kematian diberikan hukuman dengan tiga hal; menunda taubat, tidak ridha dengan keadaan dan malas ibadah” (At Tadzkirah fi Ahwal Al Mauta wa Umur Al Akhirah, karya Al Qurthuby). 11. Muncul himmah cita-cita untuk beramal dan menyiapkan diri untuk bertemuNya. Allah Azza wa Jalla berfirman: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan” (Al Hasyr :18) Nabi ‎ﷺ bersabda, اذكرِ الموتَ فى صلاتِك فإنَّ الرجلَ إذا ذكر الموتَ فى صلاتِهِ فَحَرِىٌّ أن يحسنَ صلاتَه وصلِّ صلاةَ رجلٍ لا يظن أنه يصلى صلاةً غيرَها وإياك وكلَّ أمرٍ يعتذرُ منه “Ingatlah kematian dalam salatmu kerana jika seseorang mengingat mati dalam salatnya, maka ia akan memperbaguskan salatnya. Salatlah seperti salat orang yang tidak menyangka bahwa ia masih mempunyai kesempatan melakukan salat yang lainnya. Hati-hatilah dengan perkara yang kelak malah engkau meminta uzur ( kerana tidak mampu memenuhinya).” (HR. Ad Dailami) 12. Memutuskan panjang angan-angan Hendaklah setiap orang waspada terhadap angan-angan panjang dan angan-angan umur panjang, sehingga menangguhkan amal saleh. Nabi ‎ﷺ bersabda: يَكْبَرُ ابْنُ آدَمَ وَيَكْبَرُ مَعَهُ اثْنَانِ حُبُّ الْمَالِ وَطُولُ الْعُمُرِ “Anak Adam semakin tua, dan dua perkara semakin besar juga bersamanya: cinta harta dan panjang umur.” (HR Bukhari, no. 5942) Justeru, ingatan terhadap mati, pada setiap saat pasti memutuskan angan-angan itu. 13. Menumbuhkan penyesalan di dunia lagi, terhadap sedikitnya amalan. يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لاَ تُلْهِكُمْ أَمْوَالُكُمْ وَلآ أَوْلاَدُكُمْ عَن ذِكْرِ اللهِ وَمَن يَفْعَلْ ذَلِكَ فَأُوْلَئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ وَأَنفِقُوا مِن مَّا رَزَقْنَاكُم مِّن قَبْلِ أَن يَأْتِيَ أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ فَيَقُولَ رَبِّ لَوْ لآ أَخَّرْتَنِي إِلَى أَجَلٍ قَرِيبٍ فَأَصَّدَّقَ وَأَكُن مِّنَ الصَّالِحِينَ وَلَن يُؤَخِّرَ اللهُ نَفْسًا إِذَا جَآءَ أَجَلُهَا وَاللهُ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ Hai orang-orang yang beriman, janganlah harta-hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang melakukan demikian, maka mereka itulah orang-orang yang rugi. Dan belanjakanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang kematian kepada salah seorang di antara kamu; lalu ia berkata: “Ya, Rabbku. Mengapa Engkau tidak menangguhkan (kematian)ku sampai waktu yang dekat, yang menyebabkan aku dapat bersedekah dan aku termasuk orang-orang yang shalih”. Dan Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan (kematian) seseorang apabila datang waktu kematiannya. Dan Allah Maha Mengenal apa yang kamu kerjakan. (Al Munafiqun: 9-11) Justeru, أَكْثِرُوا ذِكْرَ هَاذِمِ اللَّذَّاتِ يَعْنِي الْمَوْتَ “Perbanyaklah mengingat pemutus kenikmatan, yaitu kematian.” (HR Ibnu Majah, no. 4258) Cukuplah kematian menjadi penasihat diri. ABi
    Like
    1
    0 Comments 0 Shares 9341 Views
  • TORTURE AT ABU GHRAIB
    From the archive

    Seymour Hersh

    An Iraqi who was told he would be electrocuted if he fell off the box.
    I am on vacation this week but thought it would be useful to republish a painful story I did two decades ago for the New Yorker about a group of US army soldiers who went out of control amid a war in Iraq that, so they were told, was being waged against the terrorism that struck America on 9/11. What the GIs did then are what any army does in war when hating and fearing the enemy is encouraged and runs through the ranks, from the lowest level grunts to the senior generals. It takes a special leader, as you will read about below, who confounds his superiors by not covering up the crimes of his soldiers and their most senior officers, and does so knowing that his career is over. Would that there were such fearless leaders in the Middle East today.

    In the era of Saddam Hussein, Abu Ghraib, twenty miles west of Baghdad, was one of the world’s most notorious prisons, with torture, weekly executions, and vile living conditions. As many as fifty thousand men and women—no accurate count is possible—were jammed into Abu Ghraib at one time, in twelve-by-twelve-foot cells that were little more than human holding pits.

    In the looting that followed the regime’s collapse, last April, the huge prison complex, by then deserted, was stripped of everything that could be removed, including doors, windows, and bricks. The coalition authorities had the floors tiled, cells cleaned and repaired, and toilets, showers, and a new medical center added. Abu Ghraib was now a U.S. military prison. Most of the prisoners, however—by the fall there were several thousand, including women and teen-agers—were civilians, many of whom had been picked up in random military sweeps and at highway checkpoints. They fell into three loosely defined categories: common criminals; security detainees suspected of “crimes against the coalition”; and a small number of suspected “high-value” leaders of the insurgency against the coalition forces.

    Last June, Janis Karpinski, an Army reserve brigadier general, was named commander of the 800th Military Police Brigade and put in charge of military prisons in Iraq. General Karpinski, the only female commander in the war zone, was an experienced operations and intelligence officer who had served with the Special Forces and in the 1991 Gulf War, but she had never run a prison system. Now she was in charge of three large jails, eight battalions, and thirty-four hundred Army reservists, most of whom, like her, had no training in handling prisoners.

    General Karpinski, who had wanted to be a soldier since she was five, is a business consultant in civilian life, and was enthusiastic about her new job. In an interview last December with the St. Petersburg Times, she said that, for many of the Iraqi inmates at Abu Ghraib, “living conditions now are better in prison than at home. At one point we were concerned that they wouldn’t want to leave.”

    A month later, General Karpinski was formally admonished and quietly suspended, and a major investigation into the Army’s prison system, authorized by Lieutenant General Ricardo S. Sanchez, the senior commander in Iraq, was under way. A fifty-three-page report, obtained by The New Yorker, written by Major General Antonio M. Taguba and not meant for public release, was completed in late February. Its conclusions about the institutional failures of the Army prison system were devastating. Specifically, Taguba found that between October and December of 2003 there were numerous instances of “sadistic, blatant, and wanton criminal abuses” at Abu Ghraib. This systematic and illegal abuse of detainees, Taguba reported, was perpetrated by soldiers of the 372nd Military Police Company, and also by members of the American intelligence community. (The 372nd was attached to the 320th M.P. Battalion, which reported to Karpinski’s brigade headquarters.) Taguba’s report listed some of the wrongdoing:

    Breaking chemical lights and pouring the phosphoric liquid on detainees; pouring cold water on naked detainees; beating detainees with a broom handle and a chair; threatening male detainees with rape; allowing a military police guard to stitch the wound of a detainee who was injured after being slammed against the wall in his cell; sodomizing a detainee with a chemical light and perhaps a broom stick, and using military working dogs to frighten and intimidate detainees with threats of attack, and in one instance actually biting a detainee.

    There was stunning evidence to support the allegations, Taguba added—“detailed witness statements and the discovery of extremely graphic photographic evidence.” Photographs and videos taken by the soldiers as the abuses were happening were not included in his report, Taguba said, because of their “extremely sensitive nature.”

    The photographs—several of which were broadcast on CBS’s “60 Minutes 2” last week—show leering G.I.s taunting naked Iraqi prisoners who are forced to assume humiliating poses. Six suspects—Staff Sergeant Ivan L. Frederick II, known as Chip, who was the senior enlisted man; Specialist Charles A. Graner; Sergeant Javal Davis; Specialist Megan Ambuhl; Specialist Sabrina Harman; and Private Jeremy Sivits—are now facing prosecution in Iraq, on charges that include conspiracy, dereliction of duty, cruelty toward prisoners, maltreatment, assault, and indecent acts. A seventh suspect, Private Lynndie England, was reassigned to Fort Bragg, North Carolina, after becoming pregnant.

    The photographs tell it all. In one, Private England, a cigarette dangling from her mouth, is giving a jaunty thumbs-up sign and pointing at the genitals of a young Iraqi, who is naked except for a sandbag over his head, as he masturbates. Three other hooded and naked Iraqi prisoners are shown, hands reflexively crossed over their genitals. A fifth prisoner has his hands at his sides. In another, England stands arm in arm with Specialist Graner; both are grinning and giving the thumbs-up behind a cluster of perhaps seven naked Iraqis, knees bent, piled clumsily on top of each other in a pyramid. There is another photograph of a cluster of naked prisoners, again piled in a pyramid. Near them stands Graner, smiling, his arms crossed; a woman soldier stands in front of him, bending over, and she, too, is smiling. Then, there is another cluster of hooded bodies, with a female soldier standing in front, taking photographs. Yet another photograph shows a kneeling, naked, unhooded male prisoner, head momentarily turned away from the camera, posed to make it appear that he is performing oral sex on another male prisoner, who is naked and hooded.

    Such dehumanization is unacceptable in any culture, but it is especially so in the Arab world. Homosexual acts are against Islamic law and it is humiliating for men to be naked in front of other men, Bernard Haykel, a professor of Middle Eastern studies at New York University, explained. “Being put on top of each other and forced to masturbate, being naked in front of each other—it’s all a form of torture,” Haykel said.

    Two Iraqi faces that do appear in the photographs are those of dead men. There is the battered face of prisoner No. 153399, and the bloodied body of another prisoner, wrapped in cellophane and packed in ice. There is a photograph of an empty room, splattered with blood.

    The 372nd’s abuse of prisoners seemed almost routine—a fact of Army life that the soldiers felt no need to hide. On April 9th, at an Article 32 hearing (the military equivalent of a grand jury) in the case against Sergeant Frederick, at Camp Victory, near Baghdad, one of the witnesses, Specialist Matthew Wisdom, an M.P., told the courtroom what happened when he and other soldiers delivered seven prisoners, hooded and bound, to the so-called “hard site” at Abu Ghraib—seven tiers of cells where the inmates who were considered the most dangerous were housed. The men had been accused of starting a riot in another section of the prison. Wisdom said:

    SFC Snider grabbed my prisoner and threw him into a pile. . . . I do not think it was right to put them in a pile. I saw SSG Frederick, SGT Davis and CPL Graner walking around the pile hitting the prisoners. I remember SSG Frederick hitting one prisoner in the side of its [sic] ribcage. The prisoner was no danger to SSG Frederick. . . . I left after that.

    When he returned later, Wisdom testified:

    I saw two naked detainees, one masturbating to another kneeling with its mouth open. I thought I should just get out of there. I didn’t think it was right . . . I saw SSG Frederick walking towards me, and he said, “Look what these animals do when you leave them alone for two seconds.” I heard PFC England shout out, “He’s getting hard.”

    Wisdom testified that he told his superiors what had happened, and assumed that “the issue was taken care of.” He said, “I just didn’t want to be part of anything that looked criminal.”

    The abuses became public because of the outrage of Specialist Joseph M. Darby, an M.P. whose role emerged during the Article 32 hearing against Chip Frederick. A government witness, Special Agent Scott Bobeck, who is a member of the Army’s Criminal Investigation Division, or C.I.D., told the court, according to an abridged transcript made available to me, “The investigation started after SPC Darby . . . got a CD from CPL Graner. . . . He came across pictures of naked detainees.” Bobeck said that Darby had “initially put an anonymous letter under our door, then he later came forward and gave a sworn statement. He felt very bad about it and thought it was very wrong.”

    Questioned further, the Army investigator said that Frederick and his colleagues had not been given any “training guidelines” that he was aware of. The M.P.s in the 372nd had been assigned to routine traffic and police duties upon their arrival in Iraq, in the spring of 2003. In October of 2003, the 372nd was ordered to prison-guard duty at Abu Ghraib. Frederick, at thirty-seven, was far older than his colleagues, and was a natural leader; he had also worked for six years as a guard for the Virginia Department of Corrections. Bobeck explained:

    What I got is that SSG Frederick and CPL Graner were road M.P.s and were put in charge because they were civilian prison guards and had knowledge of how things were supposed to be run.

    Bobeck also testified that witnesses had said that Frederick, on one occasion, “had punched a detainee in the chest so hard that the detainee almost went into cardiac arrest.”

    At the Article 32 hearing, the Army informed Frederick and his attorneys, Captain Robert Shuck, an Army lawyer, and Gary Myers, a civilian, that two dozen witnesses they had sought, including General Karpinski and all of Frederick’s co-defendants, would not appear. Some had been excused after exercising their Fifth Amendment right; others were deemed to be too far away from the courtroom. “The purpose of an Article 32 hearing is for us to engage witnesses and discover facts,” Gary Myers told me. “We ended up with a C.I.D. agent and no alleged victims to examine.” After the hearing, the presiding investigative officer ruled that there was sufficient evidence to convene a court-martial against Frederick.

    Myers, who was one of the military defense attorneys in the My Lai prosecutions of the nineteen-seventies, told me that his client’s defense will be that he was carrying out the orders of his superiors and, in particular, the directions of military intelligence. He said, “Do you really think a group of kids from rural Virginia decided to do this on their own? Decided that the best way to embarrass Arabs and make them talk was to have them walk around nude?”

    In letters and e-mails to family members, Frederick repeatedly noted that the military-intelligence teams, which included C.I.A. officers and linguists and interrogation specialists from private defense contractors, were the dominant force inside Abu Ghraib. In a letter written in January, he said:

    I questioned some of the things that I saw . . . such things as leaving inmates in their cell with no clothes or in female underpants, handcuffing them to the door of their cell—and the answer I got was, “This is how military intelligence (MI) wants it done.” . . . . MI has also instructed us to place a prisoner in an isolation cell with little or no clothes, no toilet or running water, no ventilation or window, for as much as three days.

    The military-intelligence officers have “encouraged and told us, ‘Great job,’ they were now getting positive results and information,” Frederick wrote. “CID has been present when the military working dogs were used to intimidate prisoners at MI’s request.” At one point, Frederick told his family, he pulled aside his superior officer, Lieutenant Colonel Jerry Phillabaum, the commander of the 320th M.P. Battalion, and asked about the mistreatment of prisoners. “His reply was ‘Don’t worry about it.’ ”

    In November, Frederick wrote, an Iraqi prisoner under the control of what the Abu Ghraib guards called “O.G.A.,” or other government agencies—that is, the C.I.A. and its paramilitary employees—was brought to his unit for questioning. “They stressed him out so bad that the man passed away. They put his body in a body bag and packed him in ice for approximately twenty-four hours in the shower. . . . The next day the medics came and put his body on a stretcher, placed a fake IV in his arm and took him away.” The dead Iraqi was never entered into the prison’s inmate-control system, Frederick recounted, “and therefore never had a number.”

    Frederick’s defense is, of course, highly self-serving. But the complaints in his letters and e-mails home were reinforced by two internal Army reports—Taguba’s and one by the Army’s chief law-enforcement officer, Provost Marshal Donald Ryder, a major general.

    Last fall, General Sanchez ordered Ryder to review the prison system in Iraq and recommend ways to improve it. Ryder’s report, filed on November 5th, concluded that there were potential human-rights, training, and manpower issues, system-wide, that needed immediate attention. It also discussed serious concerns about the tension between the missions of the military police assigned to guard the prisoners and the intelligence teams who wanted to interrogate them. Army regulations limit intelligence activity by the M.P.s to passive collection. But something had gone wrong at Abu Ghraib.

    There was evidence dating back to the Afghanistan war, the Ryder report said, that M.P.s had worked with intelligence operatives to “set favorable conditions for subsequent interviews”—a euphemism for breaking the will of prisoners. “Such actions generally run counter to the smooth operation of a detention facility, attempting to maintain its population in a compliant and docile state.” General Karpinski’s brigade, Ryder reported, “has not been directed to change its facility procedures to set the conditions for MI interrogations, nor participate in those interrogations.” Ryder called for the establishment of procedures to “define the role of military police soldiers . . . clearly separating the actions of the guards from those of the military intelligence personnel.” The officers running the war in Iraq were put on notice.

    Ryder undercut his warning, however, by concluding that the situation had not yet reached a crisis point. Though some procedures were flawed, he said, he found “no military police units purposely applying inappropriate confinement practices.” His investigation was at best a failure and at worst a coverup.

    Taguba, in his report, was polite but direct in refuting his fellow-general. “Unfortunately, many of the systemic problems that surfaced during [Ryder’s] assessment are the very same issues that are the subject of this investigation,” he wrote. “In fact, many of the abuses suffered by detainees occurred during, or near to, the time of that assessment.” The report continued, “Contrary to the findings of MG Ryder’s report, I find that personnel assigned to the 372nd MP Company, 800th MP Brigade were directed to change facility procedures to ‘set the conditions’ for MI interrogations.” Army intelligence officers, C.I.A. agents, and private contractors “actively requested that MP guards set physical and mental conditions for favorable interrogation of witnesses.”

    Taguba backed up his assertion by citing evidence from sworn statements to Army C.I.D. investigators. Specialist Sabrina Harman, one of the accused M.P.s, testified that it was her job to keep detainees awake, including one hooded prisoner who was placed on a box with wires attached to his fingers, toes, and penis. She stated, “MI wanted to get them to talk. It is Graner and Frederick’s job to do things for MI and OGA to get these people to talk.”

    Another witness, Sergeant Javal Davis, who is also one of the accused, told C.I.D. investigators, “I witnessed prisoners in the MI hold section . . . being made to do various things that I would question morally. . . . We were told that they had different rules.” Taguba wrote, “Davis also stated that he had heard MI insinuate to the guards to abuse the inmates. When asked what MI said he stated: ‘Loosen this guy up for us.’ ‘Make sure he has a bad night.’ ‘Make sure he gets the treatment.’ ” Military intelligence made these comments to Graner and Frederick, Davis said. “The MI staffs to my understanding have been giving Graner compliments . . . statements like, ‘Good job, they’re breaking down real fast. They answer every question. They’re giving out good information.’ ”

    When asked why he did not inform his chain of command about the abuse, Sergeant Davis answered, “Because I assumed that if they were doing things out of the ordinary or outside the guidelines, someone would have said something. Also the wing”—where the abuse took place—“belongs to MI and it appeared MI personnel approved of the abuse.”

    Another witness, Specialist Jason Kennel, who was not accused of wrongdoing, said, “I saw them nude, but MI would tell us to take away their mattresses, sheets, and clothes.” (It was his view, he added, that if M.I. wanted him to do this “they needed to give me paperwork.”) Taguba also cited an interview with Adel L. Nakhla, a translator who was an employee of Titan, a civilian contractor. He told of one night when a “bunch of people from MI” watched as a group of handcuffed and shackled inmates were subjected to abuse by Graner and Frederick.

    General Taguba saved his harshest words for the military-intelligence officers and private contractors. He recommended that Colonel Thomas Pappas, the commander of one of the M.I. brigades, be reprimanded and receive non-judicial punishment, and that Lieutenant Colonel Steven Jordan, the former director of the Joint Interrogation and Debriefing Center, be relieved of duty and reprimanded. He further urged that a civilian contractor, Steven Stephanowicz, of CACI International, be fired from his Army job, reprimanded, and denied his security clearances for lying to the investigating team and allowing or ordering military policemen “who were not trained in interrogation techniques to facilitate interrogations by ‘setting conditions’ which were neither authorized” nor in accordance with Army regulations. “He clearly knew his instructions equated to physical abuse,” Taguba wrote. He also recommended disciplinary action against a second CACI employee, John Israel. (A spokeswoman for CACI said that the company had “received no formal communication” from the Army about the matter.)

    “I suspect,” Taguba concluded, that Pappas, Jordan, Stephanowicz, and Israel “were either directly or indirectly responsible for the abuse at Abu Ghraib,” and strongly recommended immediate disciplinary action.

    The problems inside the Army prison system in Iraq were not hidden from senior commanders. During Karpinski’s seven-month tour of duty, Taguba noted, there were at least a dozen officially reported incidents involving escapes, attempted escapes, and other serious security issues that were investigated by officers of the 800th M.P. Brigade. Some of the incidents had led to the killing or wounding of inmates and M.P.s, and resulted in a series of “lessons learned” inquiries within the brigade. Karpinski invariably approved the reports and signed orders calling for changes in day-to-day procedures. But Taguba found that she did not follow up, doing nothing to insure that the orders were carried out. Had she done so, he added, “cases of abuse may have been prevented.”

    General Taguba further found that Abu Ghraib was filled beyond capacity, and that the M.P. guard force was significantly undermanned and short of resources. “This imbalance has contributed to the poor living conditions, escapes, and accountability lapses,” he wrote. There were gross differences, Taguba said, between the actual number of prisoners on hand and the number officially recorded. A lack of proper screening also meant that many innocent Iraqis were wrongly being detained—indefinitely, it seemed, in some cases. The Taguba study noted that more than sixty per cent of the civilian inmates at Abu Ghraib were deemed not to be a threat to society, which should have enabled them to be released. Karpinski’s defense, Taguba said, was that her superior officers “routinely” rejected her recommendations regarding the release of such prisoners.

    Karpinski was rarely seen at the prisons she was supposed to be running, Taguba wrote. He also found a wide range of administrative problems, including some that he considered “without precedent in my military career.” The soldiers, he added, were “poorly prepared and untrained . . . prior to deployment, at the mobilization site, upon arrival in theater, and throughout the mission.”

    General Taguba spent more than four hours interviewing Karpinski, whom he described as extremely emotional: “What I found particularly disturbing in her testimony was her complete unwillingness to either understand or accept that many of the problems inherent in the 800th MP Brigade were caused or exacerbated by poor leadership and the refusal of her command to both establish and enforce basic standards and principles among its soldiers.”

    Taguba recommended that Karpinski and seven brigade military-police officers and enlisted men be relieved of command and formally reprimanded. No criminal proceedings were suggested for Karpinski; apparently, the loss of promotion and the indignity of a public rebuke were seen as enough punishment.

    After the story broke on CBS last week, the Pentagon announced that Major General Geoffrey Miller, the new head of the Iraqi prison system, had arrived in Baghdad and was on the job. He had been the commander of the Guantánamo Bay detention center. General Sanchez also authorized an investigation into possible wrongdoing by military and civilian interrogators.

    As the international furor grew, senior military officers, and President Bush, insisted that the actions of a few did not reflect the conduct of the military as a whole. Taguba’s report, however, amounts to an unsparing study of collective wrongdoing and the failure of Army leadership at the highest levels. The picture he draws of Abu Ghraib is one in which Army regulations and the Geneva conventions were routinely violated, and in which much of the day-to-day management of the prisoners was abdicated to Army military-intelligence units and civilian contract employees. Interrogating prisoners and getting intelligence, including by intimidation and torture, was the priority.

    The mistreatment at Abu Ghraib may have done little to further American intelligence, however. Willie J. Rowell, who served for thirty-six years as a C.I.D. agent, told me that the use of force or humiliation with prisoners is invariably counterproductive. “They’ll tell you what you want to hear, truth or no truth,” Rowell said. “ ‘You can flog me until I tell you what I know you want me to say.’ You don’t get righteous information.”

    Under the fourth Geneva convention, an occupying power can jail civilians who pose an “imperative” security threat, but it must establish a regular procedure for insuring that only civilians who remain a genuine security threat be kept imprisoned. Prisoners have the right to appeal any internment decision and have their cases reviewed. Human Rights Watch complained to Secretary of Defense Donald Rumsfeld that civilians in Iraq remained in custody month after month with no charges brought against them. Abu Ghraib had become, in effect, another Guantánamo.

    As the photographs from Abu Ghraib make clear, these detentions have had enormous consequences: for the imprisoned civilian Iraqis, many of whom had nothing to do with the growing insurgency; for the integrity of the Army; and for the United States’ reputation in the world.

    Captain Robert Shuck, Frederick’s military attorney, closed his defense at the Article 32 hearing last month by saying that the Army was “attempting to have these six soldiers atone for its sins.” Similarly, Gary Myers, Frederick’s civilian attorney, told me that he would argue at the court-martial that culpability in the case extended far beyond his client. “I’m going to drag every involved intelligence officer and civilian contractor I can find into court,” he said. “Do you really believe the Army relieved a general officer because of six soldiers? Not a chance.”

    https://open.substack.com/pub/seymourhersh/p/torture-at-abu-ghraib?r=29hg4d&utm_medium=ios&utm_campaign=post
    TORTURE AT ABU GHRAIB From the archive Seymour Hersh An Iraqi who was told he would be electrocuted if he fell off the box. I am on vacation this week but thought it would be useful to republish a painful story I did two decades ago for the New Yorker about a group of US army soldiers who went out of control amid a war in Iraq that, so they were told, was being waged against the terrorism that struck America on 9/11. What the GIs did then are what any army does in war when hating and fearing the enemy is encouraged and runs through the ranks, from the lowest level grunts to the senior generals. It takes a special leader, as you will read about below, who confounds his superiors by not covering up the crimes of his soldiers and their most senior officers, and does so knowing that his career is over. Would that there were such fearless leaders in the Middle East today. In the era of Saddam Hussein, Abu Ghraib, twenty miles west of Baghdad, was one of the world’s most notorious prisons, with torture, weekly executions, and vile living conditions. As many as fifty thousand men and women—no accurate count is possible—were jammed into Abu Ghraib at one time, in twelve-by-twelve-foot cells that were little more than human holding pits. In the looting that followed the regime’s collapse, last April, the huge prison complex, by then deserted, was stripped of everything that could be removed, including doors, windows, and bricks. The coalition authorities had the floors tiled, cells cleaned and repaired, and toilets, showers, and a new medical center added. Abu Ghraib was now a U.S. military prison. Most of the prisoners, however—by the fall there were several thousand, including women and teen-agers—were civilians, many of whom had been picked up in random military sweeps and at highway checkpoints. They fell into three loosely defined categories: common criminals; security detainees suspected of “crimes against the coalition”; and a small number of suspected “high-value” leaders of the insurgency against the coalition forces. Last June, Janis Karpinski, an Army reserve brigadier general, was named commander of the 800th Military Police Brigade and put in charge of military prisons in Iraq. General Karpinski, the only female commander in the war zone, was an experienced operations and intelligence officer who had served with the Special Forces and in the 1991 Gulf War, but she had never run a prison system. Now she was in charge of three large jails, eight battalions, and thirty-four hundred Army reservists, most of whom, like her, had no training in handling prisoners. General Karpinski, who had wanted to be a soldier since she was five, is a business consultant in civilian life, and was enthusiastic about her new job. In an interview last December with the St. Petersburg Times, she said that, for many of the Iraqi inmates at Abu Ghraib, “living conditions now are better in prison than at home. At one point we were concerned that they wouldn’t want to leave.” A month later, General Karpinski was formally admonished and quietly suspended, and a major investigation into the Army’s prison system, authorized by Lieutenant General Ricardo S. Sanchez, the senior commander in Iraq, was under way. A fifty-three-page report, obtained by The New Yorker, written by Major General Antonio M. Taguba and not meant for public release, was completed in late February. Its conclusions about the institutional failures of the Army prison system were devastating. Specifically, Taguba found that between October and December of 2003 there were numerous instances of “sadistic, blatant, and wanton criminal abuses” at Abu Ghraib. This systematic and illegal abuse of detainees, Taguba reported, was perpetrated by soldiers of the 372nd Military Police Company, and also by members of the American intelligence community. (The 372nd was attached to the 320th M.P. Battalion, which reported to Karpinski’s brigade headquarters.) Taguba’s report listed some of the wrongdoing: Breaking chemical lights and pouring the phosphoric liquid on detainees; pouring cold water on naked detainees; beating detainees with a broom handle and a chair; threatening male detainees with rape; allowing a military police guard to stitch the wound of a detainee who was injured after being slammed against the wall in his cell; sodomizing a detainee with a chemical light and perhaps a broom stick, and using military working dogs to frighten and intimidate detainees with threats of attack, and in one instance actually biting a detainee. There was stunning evidence to support the allegations, Taguba added—“detailed witness statements and the discovery of extremely graphic photographic evidence.” Photographs and videos taken by the soldiers as the abuses were happening were not included in his report, Taguba said, because of their “extremely sensitive nature.” The photographs—several of which were broadcast on CBS’s “60 Minutes 2” last week—show leering G.I.s taunting naked Iraqi prisoners who are forced to assume humiliating poses. Six suspects—Staff Sergeant Ivan L. Frederick II, known as Chip, who was the senior enlisted man; Specialist Charles A. Graner; Sergeant Javal Davis; Specialist Megan Ambuhl; Specialist Sabrina Harman; and Private Jeremy Sivits—are now facing prosecution in Iraq, on charges that include conspiracy, dereliction of duty, cruelty toward prisoners, maltreatment, assault, and indecent acts. A seventh suspect, Private Lynndie England, was reassigned to Fort Bragg, North Carolina, after becoming pregnant. The photographs tell it all. In one, Private England, a cigarette dangling from her mouth, is giving a jaunty thumbs-up sign and pointing at the genitals of a young Iraqi, who is naked except for a sandbag over his head, as he masturbates. Three other hooded and naked Iraqi prisoners are shown, hands reflexively crossed over their genitals. A fifth prisoner has his hands at his sides. In another, England stands arm in arm with Specialist Graner; both are grinning and giving the thumbs-up behind a cluster of perhaps seven naked Iraqis, knees bent, piled clumsily on top of each other in a pyramid. There is another photograph of a cluster of naked prisoners, again piled in a pyramid. Near them stands Graner, smiling, his arms crossed; a woman soldier stands in front of him, bending over, and she, too, is smiling. Then, there is another cluster of hooded bodies, with a female soldier standing in front, taking photographs. Yet another photograph shows a kneeling, naked, unhooded male prisoner, head momentarily turned away from the camera, posed to make it appear that he is performing oral sex on another male prisoner, who is naked and hooded. Such dehumanization is unacceptable in any culture, but it is especially so in the Arab world. Homosexual acts are against Islamic law and it is humiliating for men to be naked in front of other men, Bernard Haykel, a professor of Middle Eastern studies at New York University, explained. “Being put on top of each other and forced to masturbate, being naked in front of each other—it’s all a form of torture,” Haykel said. Two Iraqi faces that do appear in the photographs are those of dead men. There is the battered face of prisoner No. 153399, and the bloodied body of another prisoner, wrapped in cellophane and packed in ice. There is a photograph of an empty room, splattered with blood. The 372nd’s abuse of prisoners seemed almost routine—a fact of Army life that the soldiers felt no need to hide. On April 9th, at an Article 32 hearing (the military equivalent of a grand jury) in the case against Sergeant Frederick, at Camp Victory, near Baghdad, one of the witnesses, Specialist Matthew Wisdom, an M.P., told the courtroom what happened when he and other soldiers delivered seven prisoners, hooded and bound, to the so-called “hard site” at Abu Ghraib—seven tiers of cells where the inmates who were considered the most dangerous were housed. The men had been accused of starting a riot in another section of the prison. Wisdom said: SFC Snider grabbed my prisoner and threw him into a pile. . . . I do not think it was right to put them in a pile. I saw SSG Frederick, SGT Davis and CPL Graner walking around the pile hitting the prisoners. I remember SSG Frederick hitting one prisoner in the side of its [sic] ribcage. The prisoner was no danger to SSG Frederick. . . . I left after that. When he returned later, Wisdom testified: I saw two naked detainees, one masturbating to another kneeling with its mouth open. I thought I should just get out of there. I didn’t think it was right . . . I saw SSG Frederick walking towards me, and he said, “Look what these animals do when you leave them alone for two seconds.” I heard PFC England shout out, “He’s getting hard.” Wisdom testified that he told his superiors what had happened, and assumed that “the issue was taken care of.” He said, “I just didn’t want to be part of anything that looked criminal.” The abuses became public because of the outrage of Specialist Joseph M. Darby, an M.P. whose role emerged during the Article 32 hearing against Chip Frederick. A government witness, Special Agent Scott Bobeck, who is a member of the Army’s Criminal Investigation Division, or C.I.D., told the court, according to an abridged transcript made available to me, “The investigation started after SPC Darby . . . got a CD from CPL Graner. . . . He came across pictures of naked detainees.” Bobeck said that Darby had “initially put an anonymous letter under our door, then he later came forward and gave a sworn statement. He felt very bad about it and thought it was very wrong.” Questioned further, the Army investigator said that Frederick and his colleagues had not been given any “training guidelines” that he was aware of. The M.P.s in the 372nd had been assigned to routine traffic and police duties upon their arrival in Iraq, in the spring of 2003. In October of 2003, the 372nd was ordered to prison-guard duty at Abu Ghraib. Frederick, at thirty-seven, was far older than his colleagues, and was a natural leader; he had also worked for six years as a guard for the Virginia Department of Corrections. Bobeck explained: What I got is that SSG Frederick and CPL Graner were road M.P.s and were put in charge because they were civilian prison guards and had knowledge of how things were supposed to be run. Bobeck also testified that witnesses had said that Frederick, on one occasion, “had punched a detainee in the chest so hard that the detainee almost went into cardiac arrest.” At the Article 32 hearing, the Army informed Frederick and his attorneys, Captain Robert Shuck, an Army lawyer, and Gary Myers, a civilian, that two dozen witnesses they had sought, including General Karpinski and all of Frederick’s co-defendants, would not appear. Some had been excused after exercising their Fifth Amendment right; others were deemed to be too far away from the courtroom. “The purpose of an Article 32 hearing is for us to engage witnesses and discover facts,” Gary Myers told me. “We ended up with a C.I.D. agent and no alleged victims to examine.” After the hearing, the presiding investigative officer ruled that there was sufficient evidence to convene a court-martial against Frederick. Myers, who was one of the military defense attorneys in the My Lai prosecutions of the nineteen-seventies, told me that his client’s defense will be that he was carrying out the orders of his superiors and, in particular, the directions of military intelligence. He said, “Do you really think a group of kids from rural Virginia decided to do this on their own? Decided that the best way to embarrass Arabs and make them talk was to have them walk around nude?” In letters and e-mails to family members, Frederick repeatedly noted that the military-intelligence teams, which included C.I.A. officers and linguists and interrogation specialists from private defense contractors, were the dominant force inside Abu Ghraib. In a letter written in January, he said: I questioned some of the things that I saw . . . such things as leaving inmates in their cell with no clothes or in female underpants, handcuffing them to the door of their cell—and the answer I got was, “This is how military intelligence (MI) wants it done.” . . . . MI has also instructed us to place a prisoner in an isolation cell with little or no clothes, no toilet or running water, no ventilation or window, for as much as three days. The military-intelligence officers have “encouraged and told us, ‘Great job,’ they were now getting positive results and information,” Frederick wrote. “CID has been present when the military working dogs were used to intimidate prisoners at MI’s request.” At one point, Frederick told his family, he pulled aside his superior officer, Lieutenant Colonel Jerry Phillabaum, the commander of the 320th M.P. Battalion, and asked about the mistreatment of prisoners. “His reply was ‘Don’t worry about it.’ ” In November, Frederick wrote, an Iraqi prisoner under the control of what the Abu Ghraib guards called “O.G.A.,” or other government agencies—that is, the C.I.A. and its paramilitary employees—was brought to his unit for questioning. “They stressed him out so bad that the man passed away. They put his body in a body bag and packed him in ice for approximately twenty-four hours in the shower. . . . The next day the medics came and put his body on a stretcher, placed a fake IV in his arm and took him away.” The dead Iraqi was never entered into the prison’s inmate-control system, Frederick recounted, “and therefore never had a number.” Frederick’s defense is, of course, highly self-serving. But the complaints in his letters and e-mails home were reinforced by two internal Army reports—Taguba’s and one by the Army’s chief law-enforcement officer, Provost Marshal Donald Ryder, a major general. Last fall, General Sanchez ordered Ryder to review the prison system in Iraq and recommend ways to improve it. Ryder’s report, filed on November 5th, concluded that there were potential human-rights, training, and manpower issues, system-wide, that needed immediate attention. It also discussed serious concerns about the tension between the missions of the military police assigned to guard the prisoners and the intelligence teams who wanted to interrogate them. Army regulations limit intelligence activity by the M.P.s to passive collection. But something had gone wrong at Abu Ghraib. There was evidence dating back to the Afghanistan war, the Ryder report said, that M.P.s had worked with intelligence operatives to “set favorable conditions for subsequent interviews”—a euphemism for breaking the will of prisoners. “Such actions generally run counter to the smooth operation of a detention facility, attempting to maintain its population in a compliant and docile state.” General Karpinski’s brigade, Ryder reported, “has not been directed to change its facility procedures to set the conditions for MI interrogations, nor participate in those interrogations.” Ryder called for the establishment of procedures to “define the role of military police soldiers . . . clearly separating the actions of the guards from those of the military intelligence personnel.” The officers running the war in Iraq were put on notice. Ryder undercut his warning, however, by concluding that the situation had not yet reached a crisis point. Though some procedures were flawed, he said, he found “no military police units purposely applying inappropriate confinement practices.” His investigation was at best a failure and at worst a coverup. Taguba, in his report, was polite but direct in refuting his fellow-general. “Unfortunately, many of the systemic problems that surfaced during [Ryder’s] assessment are the very same issues that are the subject of this investigation,” he wrote. “In fact, many of the abuses suffered by detainees occurred during, or near to, the time of that assessment.” The report continued, “Contrary to the findings of MG Ryder’s report, I find that personnel assigned to the 372nd MP Company, 800th MP Brigade were directed to change facility procedures to ‘set the conditions’ for MI interrogations.” Army intelligence officers, C.I.A. agents, and private contractors “actively requested that MP guards set physical and mental conditions for favorable interrogation of witnesses.” Taguba backed up his assertion by citing evidence from sworn statements to Army C.I.D. investigators. Specialist Sabrina Harman, one of the accused M.P.s, testified that it was her job to keep detainees awake, including one hooded prisoner who was placed on a box with wires attached to his fingers, toes, and penis. She stated, “MI wanted to get them to talk. It is Graner and Frederick’s job to do things for MI and OGA to get these people to talk.” Another witness, Sergeant Javal Davis, who is also one of the accused, told C.I.D. investigators, “I witnessed prisoners in the MI hold section . . . being made to do various things that I would question morally. . . . We were told that they had different rules.” Taguba wrote, “Davis also stated that he had heard MI insinuate to the guards to abuse the inmates. When asked what MI said he stated: ‘Loosen this guy up for us.’ ‘Make sure he has a bad night.’ ‘Make sure he gets the treatment.’ ” Military intelligence made these comments to Graner and Frederick, Davis said. “The MI staffs to my understanding have been giving Graner compliments . . . statements like, ‘Good job, they’re breaking down real fast. They answer every question. They’re giving out good information.’ ” When asked why he did not inform his chain of command about the abuse, Sergeant Davis answered, “Because I assumed that if they were doing things out of the ordinary or outside the guidelines, someone would have said something. Also the wing”—where the abuse took place—“belongs to MI and it appeared MI personnel approved of the abuse.” Another witness, Specialist Jason Kennel, who was not accused of wrongdoing, said, “I saw them nude, but MI would tell us to take away their mattresses, sheets, and clothes.” (It was his view, he added, that if M.I. wanted him to do this “they needed to give me paperwork.”) Taguba also cited an interview with Adel L. Nakhla, a translator who was an employee of Titan, a civilian contractor. He told of one night when a “bunch of people from MI” watched as a group of handcuffed and shackled inmates were subjected to abuse by Graner and Frederick. General Taguba saved his harshest words for the military-intelligence officers and private contractors. He recommended that Colonel Thomas Pappas, the commander of one of the M.I. brigades, be reprimanded and receive non-judicial punishment, and that Lieutenant Colonel Steven Jordan, the former director of the Joint Interrogation and Debriefing Center, be relieved of duty and reprimanded. He further urged that a civilian contractor, Steven Stephanowicz, of CACI International, be fired from his Army job, reprimanded, and denied his security clearances for lying to the investigating team and allowing or ordering military policemen “who were not trained in interrogation techniques to facilitate interrogations by ‘setting conditions’ which were neither authorized” nor in accordance with Army regulations. “He clearly knew his instructions equated to physical abuse,” Taguba wrote. He also recommended disciplinary action against a second CACI employee, John Israel. (A spokeswoman for CACI said that the company had “received no formal communication” from the Army about the matter.) “I suspect,” Taguba concluded, that Pappas, Jordan, Stephanowicz, and Israel “were either directly or indirectly responsible for the abuse at Abu Ghraib,” and strongly recommended immediate disciplinary action. The problems inside the Army prison system in Iraq were not hidden from senior commanders. During Karpinski’s seven-month tour of duty, Taguba noted, there were at least a dozen officially reported incidents involving escapes, attempted escapes, and other serious security issues that were investigated by officers of the 800th M.P. Brigade. Some of the incidents had led to the killing or wounding of inmates and M.P.s, and resulted in a series of “lessons learned” inquiries within the brigade. Karpinski invariably approved the reports and signed orders calling for changes in day-to-day procedures. But Taguba found that she did not follow up, doing nothing to insure that the orders were carried out. Had she done so, he added, “cases of abuse may have been prevented.” General Taguba further found that Abu Ghraib was filled beyond capacity, and that the M.P. guard force was significantly undermanned and short of resources. “This imbalance has contributed to the poor living conditions, escapes, and accountability lapses,” he wrote. There were gross differences, Taguba said, between the actual number of prisoners on hand and the number officially recorded. A lack of proper screening also meant that many innocent Iraqis were wrongly being detained—indefinitely, it seemed, in some cases. The Taguba study noted that more than sixty per cent of the civilian inmates at Abu Ghraib were deemed not to be a threat to society, which should have enabled them to be released. Karpinski’s defense, Taguba said, was that her superior officers “routinely” rejected her recommendations regarding the release of such prisoners. Karpinski was rarely seen at the prisons she was supposed to be running, Taguba wrote. He also found a wide range of administrative problems, including some that he considered “without precedent in my military career.” The soldiers, he added, were “poorly prepared and untrained . . . prior to deployment, at the mobilization site, upon arrival in theater, and throughout the mission.” General Taguba spent more than four hours interviewing Karpinski, whom he described as extremely emotional: “What I found particularly disturbing in her testimony was her complete unwillingness to either understand or accept that many of the problems inherent in the 800th MP Brigade were caused or exacerbated by poor leadership and the refusal of her command to both establish and enforce basic standards and principles among its soldiers.” Taguba recommended that Karpinski and seven brigade military-police officers and enlisted men be relieved of command and formally reprimanded. No criminal proceedings were suggested for Karpinski; apparently, the loss of promotion and the indignity of a public rebuke were seen as enough punishment. After the story broke on CBS last week, the Pentagon announced that Major General Geoffrey Miller, the new head of the Iraqi prison system, had arrived in Baghdad and was on the job. He had been the commander of the Guantánamo Bay detention center. General Sanchez also authorized an investigation into possible wrongdoing by military and civilian interrogators. As the international furor grew, senior military officers, and President Bush, insisted that the actions of a few did not reflect the conduct of the military as a whole. Taguba’s report, however, amounts to an unsparing study of collective wrongdoing and the failure of Army leadership at the highest levels. The picture he draws of Abu Ghraib is one in which Army regulations and the Geneva conventions were routinely violated, and in which much of the day-to-day management of the prisoners was abdicated to Army military-intelligence units and civilian contract employees. Interrogating prisoners and getting intelligence, including by intimidation and torture, was the priority. The mistreatment at Abu Ghraib may have done little to further American intelligence, however. Willie J. Rowell, who served for thirty-six years as a C.I.D. agent, told me that the use of force or humiliation with prisoners is invariably counterproductive. “They’ll tell you what you want to hear, truth or no truth,” Rowell said. “ ‘You can flog me until I tell you what I know you want me to say.’ You don’t get righteous information.” Under the fourth Geneva convention, an occupying power can jail civilians who pose an “imperative” security threat, but it must establish a regular procedure for insuring that only civilians who remain a genuine security threat be kept imprisoned. Prisoners have the right to appeal any internment decision and have their cases reviewed. Human Rights Watch complained to Secretary of Defense Donald Rumsfeld that civilians in Iraq remained in custody month after month with no charges brought against them. Abu Ghraib had become, in effect, another Guantánamo. As the photographs from Abu Ghraib make clear, these detentions have had enormous consequences: for the imprisoned civilian Iraqis, many of whom had nothing to do with the growing insurgency; for the integrity of the Army; and for the United States’ reputation in the world. Captain Robert Shuck, Frederick’s military attorney, closed his defense at the Article 32 hearing last month by saying that the Army was “attempting to have these six soldiers atone for its sins.” Similarly, Gary Myers, Frederick’s civilian attorney, told me that he would argue at the court-martial that culpability in the case extended far beyond his client. “I’m going to drag every involved intelligence officer and civilian contractor I can find into court,” he said. “Do you really believe the Army relieved a general officer because of six soldiers? Not a chance.” https://open.substack.com/pub/seymourhersh/p/torture-at-abu-ghraib?r=29hg4d&utm_medium=ios&utm_campaign=post
    Like
    1
    2 Comments 0 Shares 29367 Views
  • https://www.newsadvertisment.com/2023/11/megan-fox-shares-tragic-insights-into.html
    https://www.newsadvertisment.com/2023/11/megan-fox-shares-tragic-insights-into.html
    WWW.NEWSADVERTISMENT.COM
    Megan Fox shares ‘tragic’ insights into miscarriage with Machine Gun Kelly
    News advertisment is information, about current events, and all the news in the world's, news here you know, and we know,
    0 Comments 0 Shares 563 Views
  • PERKONGSIAN 1 HARI 1 HADIS

    Pintu Kebaikan
     
    عَنْ مُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قُلْت يَا رَسُولَ اللَّهِ! أَخْبِرْنِي بِعَمَلٍ يُدْخِلُنِي الْجَنَّةَ وَيُبَاعِدْنِي مِنْ النَّارِ، قَالَ: “لَقَدْ سَأَلْت عَنْ عَظِيمٍ، وَإِنَّهُ لَيَسِيرٌ عَلَى مَنْ يَسَّرَهُ اللَّهُ عَلَيْهِ: تَعْبُدُ اللَّهَ لَا تُشْرِكْ بِهِ شَيْئًا، وَتُقِيمُ الصَّلَاةَ، وَتُؤْتِي الزَّكَاةَ، وَتَصُومُ رَمَضَانَ، وَتَحُجُّ الْبَيْتَ، ثُمَّ قَالَ: أَلَا أَدُلُّك عَلَى أَبْوَابِ الْخَيْرِ؟ الصَّوْمُ جُنَّةٌ، وَالصَّدَقَةُ تُطْفِئُ الْخَطِيئَةَ كَمَا يُطْفِئُ الْمَاءُ النَّارَ، وَصَلَاةُ الرَّجُلِ فِي جَوْفِ اللَّيْلِ، ثُمَّ تَلَا: ” تَتَجَافَى جُنُوبُهُمْ عَنِ الْمَضَاجِعِ ” حَتَّى بَلَغَ “يَعْمَلُونَ”ØŒ ثُمَّ قَالَ: أَلَا أُخْبِرُك بِرَأْسِ الْأَمْرِ وَعَمُودِهِ وَذُرْوَةِ سَنَامِهِ؟ قُلْت: بَلَى يَا رَسُولَ اللَّهِ. قَالَ: رَأْسُ الْأَمْرِ الْإِسْلَامُ، وَعَمُودُهُ الصَّلَاةُ، وَذُرْوَةُ سَنَامِهِ الْجِهَادُ، ثُمَّ قَالَ: أَلَا أُخْبِرُك بِمَلَاكِ ذَلِكَ كُلِّهِ؟ فقُلْت: بَلَى يَا رَسُولَ اللَّهِ ! فَأَخَذَ بِلِسَانِهِ وَقَالَ: كُفَّ عَلَيْك هَذَا. قُلْت: يَا نَبِيَّ اللَّهِ وَإِنَّا لَمُؤَاخَذُونَ بِمَا نَتَكَلَّمُ بِهِ؟ فَقَالَ: ثَكِلَتْك أُمُّك وَهَلْ يَكُبُّ النَّاسَ عَلَى وُجُوهِهِمْ -أَوْ قَالَ عَلَى مَنَاخِرِهِمْ- إلَّا حَصَائِدُ أَلْسِنَتِهِمْ؟

    Daripada Mu’az ibn Jabal R.A. beliau berkata: Aku berkata: Ya Rasulullah! Terangkan padaku suatu amalan yang boleh memasukkan aku ke dalam syurga dan menjauhkan aku daripada api neraka. Baginda bersabda: Sesungguhnya engkau telah bertanya suatu perkara besar, namun sesungguhnya ia adalah ringan bagi orang yang dipermudahkan Allah; iaitu engkau menyembah Allah, jangan mensyirikkanNya dengan sesuatu, engkau mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, berpuasa bulan Ramadhan dan mengerjakan haji ke Baitullah. Kemudian Baginda bersabda: Apakah engkau mahu aku tunjukkan beberapa pintu kebajikan? Puasa itu adalah perisai, sedekah dapat memadamkan dosa seumpama air memadamkan api dan sembahyang seorang lelaki di tengah malam. Kemudian Baginda membaca ayat al-Qur’an yang bererti: (Tulang-tulang rusuk mereka telah renggang dari tempat tidur mereka. Mereka menyeru Tuhan mereka dengan perasaan takut dan penuh harapan dan mereka membelanjakan sebahagian rezeki yang Kami kurniakan kepada mereka. Seseorang tidak mengetahui apakah yang disembunyikan bagi mereka yang terdiri daripada perkara yang menyejukkan mata sebagai balasan terhadap amalan yang mereka telah lakukan). Kemudian Baginda bersabda: Apakah engkau mahu aku khabarkan kepadamu tunggak segala amal, tiang-tiangnya dan puncaknya? Aku berkata: Mahu ya Rasulullah! Baginda bersabda: Tunggak amalan ialah lslam, tiang-tiangnya ialah sembahyang dan puncaknya ialah jihad. Kemudian Baginda bersabda: Apakah engkau mahu aku khabarkan kepadamu kunci segala perkara tersebut? Aku berkata: Mahu ya Rasulullah! Lalu Baginda memegang lidahnya seraya bersabda: Peliharalah benda ini! Aku berkata: Ya Nabi Allah! Adakah kita akan diseksa lantaran apa yang dibicarakannya? Baginda bersabda: lbumu akan kehilanganmu wahai Mu’az! Tiadalah manusia itu dihumbankan mukanya – atau Baginda bersabda – dihumbankan batang hidungnya ke dalam api neraka kecuali kerana hasil tanaman lidah-lidah mereka. (HR Tirmizi No: 2619). Hadis Hasan Sahih.

    Pengajaran:

    1.  Amal soleh yang dituntut untuk menjadi penyebab seseorang hamba masuk syurga selain rahmat Allah SWT (yang menjadi penyebab utama masuk syurga) ialah menyembah Allah dan tidak mensyirikkanNya dengan sesuatu, mendirikan solat, mengeluarkan zakat, berpuasa bulan Ramadhan dan mengerjakan haji ke Baitullah.

    2.  Antara pintu kebajikan yang boleh menjadi penyebab ke syurga adalah:

    a.  Ibadah puasa yang menjadi perisai dari api neraka

    b.  Sedekah yang boleh memadamkan dosa, seumpama air memadamkan api

    c.  Sembahyang sunat di tengah malam (tahajjud) yang mampu mendekatkan diri kepada Allah dan menegah daripada dosa.

    3.  Tunggak segala perkara ialah lslam, tiangnya ialah sembahyang dan kemuncaknya ialah jihad. Seorang mukmin sejati mesti melaksanakan tuntutan-tuntutan ini dengan baik walau apapun cabaran dan rintangan.

    4.  Anak kunci kepada semua ibadah adalah menjaga lidah. Antara anggota paling banyak terdedah melakukan maksiat ialah lidah. Seseorang yang dapat menjaga lidahnya daripada perbuatan jahat dan maksiat, Rasulullah SAW memberi jaminan kepadanya syurga.

    Setiap patah perkataan yang dituturkan oleh lidah akan dipersoalkan Allah S.W.T. Ramai manusia yang dihumbankan ke neraka akibat dosa-dosa lidahnya.

    Hadis 29
    #Hadis40ImamNawawi
    #BangunkanJiwamu
    #TeguhkanUkhuwahSebarkanRahmah
    #BinaNegaraRahmah
    #PertubuhanIKRAMMalaysiaNegeriJohor

    20hb Nov.  2023
    06hb Jamadil Awal 1445H

    Utk dapatkan 1 Hari 1 Hadis Pertubuhan Ikram Malaysia Negeri Johor, sila klik link di bawah :
    telegram.me/hadisharian_ikram
    PERKONGSIAN 1 HARI 1 HADIS Pintu Kebaikan   عَنْ مُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قُلْت يَا رَسُولَ اللَّهِ! أَخْبِرْنِي بِعَمَلٍ يُدْخِلُنِي الْجَنَّةَ وَيُبَاعِدْنِي مِنْ النَّارِ، قَالَ: “لَقَدْ سَأَلْت عَنْ عَظِيمٍ، وَإِنَّهُ لَيَسِيرٌ عَلَى مَنْ يَسَّرَهُ اللَّهُ عَلَيْهِ: تَعْبُدُ اللَّهَ لَا تُشْرِكْ بِهِ شَيْئًا، وَتُقِيمُ الصَّلَاةَ، وَتُؤْتِي الزَّكَاةَ، وَتَصُومُ رَمَضَانَ، وَتَحُجُّ الْبَيْتَ، ثُمَّ قَالَ: أَلَا أَدُلُّك عَلَى أَبْوَابِ الْخَيْرِ؟ الصَّوْمُ جُنَّةٌ، وَالصَّدَقَةُ تُطْفِئُ الْخَطِيئَةَ كَمَا يُطْفِئُ الْمَاءُ النَّارَ، وَصَلَاةُ الرَّجُلِ فِي جَوْفِ اللَّيْلِ، ثُمَّ تَلَا: ” تَتَجَافَى جُنُوبُهُمْ عَنِ الْمَضَاجِعِ ” حَتَّى بَلَغَ “يَعْمَلُونَ”ØŒ ثُمَّ قَالَ: أَلَا أُخْبِرُك بِرَأْسِ الْأَمْرِ وَعَمُودِهِ وَذُرْوَةِ سَنَامِهِ؟ قُلْت: بَلَى يَا رَسُولَ اللَّهِ. قَالَ: رَأْسُ الْأَمْرِ الْإِسْلَامُ، وَعَمُودُهُ الصَّلَاةُ، وَذُرْوَةُ سَنَامِهِ الْجِهَادُ، ثُمَّ قَالَ: أَلَا أُخْبِرُك بِمَلَاكِ ذَلِكَ كُلِّهِ؟ فقُلْت: بَلَى يَا رَسُولَ اللَّهِ ! فَأَخَذَ بِلِسَانِهِ وَقَالَ: كُفَّ عَلَيْك هَذَا. قُلْت: يَا نَبِيَّ اللَّهِ وَإِنَّا لَمُؤَاخَذُونَ بِمَا نَتَكَلَّمُ بِهِ؟ فَقَالَ: ثَكِلَتْك أُمُّك وَهَلْ يَكُبُّ النَّاسَ عَلَى وُجُوهِهِمْ -أَوْ قَالَ عَلَى مَنَاخِرِهِمْ- إلَّا حَصَائِدُ أَلْسِنَتِهِمْ؟ Daripada Mu’az ibn Jabal R.A. beliau berkata: Aku berkata: Ya Rasulullah! Terangkan padaku suatu amalan yang boleh memasukkan aku ke dalam syurga dan menjauhkan aku daripada api neraka. Baginda bersabda: Sesungguhnya engkau telah bertanya suatu perkara besar, namun sesungguhnya ia adalah ringan bagi orang yang dipermudahkan Allah; iaitu engkau menyembah Allah, jangan mensyirikkanNya dengan sesuatu, engkau mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, berpuasa bulan Ramadhan dan mengerjakan haji ke Baitullah. Kemudian Baginda bersabda: Apakah engkau mahu aku tunjukkan beberapa pintu kebajikan? Puasa itu adalah perisai, sedekah dapat memadamkan dosa seumpama air memadamkan api dan sembahyang seorang lelaki di tengah malam. Kemudian Baginda membaca ayat al-Qur’an yang bererti: (Tulang-tulang rusuk mereka telah renggang dari tempat tidur mereka. Mereka menyeru Tuhan mereka dengan perasaan takut dan penuh harapan dan mereka membelanjakan sebahagian rezeki yang Kami kurniakan kepada mereka. Seseorang tidak mengetahui apakah yang disembunyikan bagi mereka yang terdiri daripada perkara yang menyejukkan mata sebagai balasan terhadap amalan yang mereka telah lakukan). Kemudian Baginda bersabda: Apakah engkau mahu aku khabarkan kepadamu tunggak segala amal, tiang-tiangnya dan puncaknya? Aku berkata: Mahu ya Rasulullah! Baginda bersabda: Tunggak amalan ialah lslam, tiang-tiangnya ialah sembahyang dan puncaknya ialah jihad. Kemudian Baginda bersabda: Apakah engkau mahu aku khabarkan kepadamu kunci segala perkara tersebut? Aku berkata: Mahu ya Rasulullah! Lalu Baginda memegang lidahnya seraya bersabda: Peliharalah benda ini! Aku berkata: Ya Nabi Allah! Adakah kita akan diseksa lantaran apa yang dibicarakannya? Baginda bersabda: lbumu akan kehilanganmu wahai Mu’az! Tiadalah manusia itu dihumbankan mukanya – atau Baginda bersabda – dihumbankan batang hidungnya ke dalam api neraka kecuali kerana hasil tanaman lidah-lidah mereka. (HR Tirmizi No: 2619). Hadis Hasan Sahih. Pengajaran: 1.  Amal soleh yang dituntut untuk menjadi penyebab seseorang hamba masuk syurga selain rahmat Allah SWT (yang menjadi penyebab utama masuk syurga) ialah menyembah Allah dan tidak mensyirikkanNya dengan sesuatu, mendirikan solat, mengeluarkan zakat, berpuasa bulan Ramadhan dan mengerjakan haji ke Baitullah. 2.  Antara pintu kebajikan yang boleh menjadi penyebab ke syurga adalah: a.  Ibadah puasa yang menjadi perisai dari api neraka b.  Sedekah yang boleh memadamkan dosa, seumpama air memadamkan api c.  Sembahyang sunat di tengah malam (tahajjud) yang mampu mendekatkan diri kepada Allah dan menegah daripada dosa. 3.  Tunggak segala perkara ialah lslam, tiangnya ialah sembahyang dan kemuncaknya ialah jihad. Seorang mukmin sejati mesti melaksanakan tuntutan-tuntutan ini dengan baik walau apapun cabaran dan rintangan. 4.  Anak kunci kepada semua ibadah adalah menjaga lidah. Antara anggota paling banyak terdedah melakukan maksiat ialah lidah. Seseorang yang dapat menjaga lidahnya daripada perbuatan jahat dan maksiat, Rasulullah SAW memberi jaminan kepadanya syurga. Setiap patah perkataan yang dituturkan oleh lidah akan dipersoalkan Allah S.W.T. Ramai manusia yang dihumbankan ke neraka akibat dosa-dosa lidahnya. Hadis 29 #Hadis40ImamNawawi #BangunkanJiwamu #TeguhkanUkhuwahSebarkanRahmah #BinaNegaraRahmah #PertubuhanIKRAMMalaysiaNegeriJohor 20hb Nov.  2023 06hb Jamadil Awal 1445H Utk dapatkan 1 Hari 1 Hadis Pertubuhan Ikram Malaysia Negeri Johor, sila klik link di bawah : telegram.me/hadisharian_ikram
    0 Comments 0 Shares 3141 Views
More Results